Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Cacat Pembangunan Gedung Baru DPR

Kompas.com - 13/04/2011, 18:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch melansir, ada dua cacat dalam proses pembangunan gedung baru DPR. Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Ade Irawan menyebutkan, dua cacat tersebut adalah cacat prosedur perencanaan dan cacat anggaran.

Ia memaparkan, dalam perencanaan gedung baru pemerintah, seharusnya melakukan konsultasi mengenai desain dan perincian kebutuhan gedung dengan Kementerian Pekerjaan Umum. Namun, Dewan Perwakilan Rakyat justru melakukan hal sebaliknya. Tahapan lelang dan desain perencanaan sudah terlebih dahulu dibuat untuk pelaksanaan pembangunan gedung. Hal ini, menurut Ade, melanggar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45 Tahun 2007 tentang Pembangunan Gedung Negara.

Dalam aturan itu terdapat asas pembangunan gedung negara yang seharusnya hemat, efektif, efisien, terarah, dalam merencanakan pembangunan gedung.

"Mereka melakukan ini secara diam-diam, tidak ada transparansi dan sosialisasi yang terperinci pada masyarakat. Tahu-tahu sudah ada tahap pelelangan dan sayembara. Tidak mengikuti mekanisme prosedur yang berlaku. Sekarang baru mau konsultasi dengan Kementerian PU. Itu, kan, sudah melanggar peraturan," ungkap Ade Irawan, di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (13/4/2011).

Sementara itu, dari sisi perencanaan anggaran, menurut Ade, sudah selayaknya dikonsultasikan dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Pekerjaan Umum. Hal ini untuk menyinkronkan antara kebutuhan ruangan dan harga yang sepadan. Selain itu, juga untuk mencegah terjadinya biaya yang berlebihan, layaknya versi DPR yang mencapai Rp 1,138 triliun.

Ade mempertanyakan, apakah DPR sudah melaksanakan proses tersebut, jika melihat besaran anggaran yang fantastis hanya untuk bangunan pemerintah.

Cacat dalam anggaran, papar Ade, semakin terlihat jelas setelah ICW menghitung sendiri kebutuhan ruang dan anggaran berdasarkan peraturan menteri tersebut. Dari perhitungan ICW, diduga terjadi mark-up sebesar Rp 602 miliar. Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan harusnya pun tidak sampai bernilai triliunan rupiah, tetapi hanya mencapai lebih kurang Rp 500 miliar.

"Jika rencana anggaran ini tidak diaudit, siapa yang bisa menjamin, ada yang berharap dapat fee dalam bentuk tidak langsung dari para vendor penyedia jasa. Bisa juga ada terjadi potensi korupsi dalam pengadaan anggaran ini," ujarnya.

ICW menyatakan, jangan sampai para wakil rakyat tersebut menyalahi aturan untuk menutupi penyimpangan yang terjadi dalam rencana gedung baru DPR. ICW tetap akan menjalin kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Pemeriksaan Keuangan untuk menyelidiki anggaran gedung baru.

"Kami tetap akan standing bersama rakyat untuk melakukan penolakan gedung baru. Kami mengatakan terjadi pelanggaran prosedur bukan berarti gedung itu dilegalkan untuk tetap dibangun dengan perbaikan prosedur," tukas Ade. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

    Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

    Nasional
    Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

    Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

    Nasional
    Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

    Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

    Nasional
    Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

    Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

    Nasional
    DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

    DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

    Nasional
    Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

    Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

    Nasional
    GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

    GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

    Nasional
    Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

    Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

    Nasional
    Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

    Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

    Nasional
    Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

    Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

    Nasional
    Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

    Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

    Nasional
    Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

    Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

    Nasional
    Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

    Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

    Nasional
    PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

    PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

    Nasional
    Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

    Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com