Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Politik "Balas Dendam" pada KPK

Kompas.com - 01/02/2011, 08:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tindakan anggota dan pimpinan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, yang mempersoalkan pengesampingan atau pendeponiran kasus terkait Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah makin menegaskan kepada publik, ada solidaritas dan dendam anggota DPR kepada KPK.

Hal ini terkait langkah KPK menahan 19 anggota DPR periode 1999- 2004 yang disangka terlibat kasus pemberian cek perjalanan terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004 yang dimenangi Miranda S Goeltom.

Sikap Komisi III DPR, yang akhirnya menolak kehadiran Bibit dan Chandra dalam rapat kerja, Senin (31/1/2011), juga dapat dinilai sebagai upaya pelemahan terhadap KPK. Penilaian itu dikatakan Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia Todung Mulya Lubis dan Ketua Masyarakat Profesional Madani Ismed Hasan Putro di Jakarta.

”Semangat mereka untuk melemahkan KPK dengan mencari-cari kesalahan KPK terus saja dilakukan,” ujar Ismed. Mulya Lubis pun menyatakan, sikap sebagian anggota Komisi III DPR itu adalah politik pelemahan terhadap KPK.

”DPR tidak boleh menggunakan dalih rapat kerja atau konsultasi dengan mengintimidasi pimpinan KPK. Ini keangkuhan kekuasaan,” ujar Mulya Lubis.

Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif juga menilai, Komisi III DPR melakukan serangan balik dalam upaya pemberantasan korupsi dengan cara menolak kehadiran Bibit dan Chandra dalam rapat kerja yang mereka gelar. Sikap itu justru makin memperburuk citra Dewan, khususnya Komisi III DPR.

”Penolakan Komisi III terhadap Bibit dan Chandra dapat dengan mudah dibaca sebagai ’pembalasan’ atas langkah KPK yang menahan 19 politisi yang diduga menerima suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004,” kata Yudi Latif. Ke-19 politisi yang ditahan itu berasal dari Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Namun, menurut Yudi, langkah Komisi III DPR itu juga diberi celah oleh KPK yang belum juga memproses hukum mereka yang diduga memberikan suap dalam kasus ini. Padahal, sejumlah penerima cek perjalanan sudah divonis dan kasus ini muncul sejak Agustus 2008.

Sebelumnya, Senin sore, Komisi III DPR memutuskan menolak kehadiran Bibit dan Chandra dalam rapat dengar pendapat dan forum lain yang mereka gelar. Keputusan ini diambil setelah 23 anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar (F-PG), Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fraksi PPP, dan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menyetujui penolakan itu.

Sebaliknya, 15 anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat (F-PD), Fraksi Partai Amanat Nasioanl (F-PAN), dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) setuju tetap menerima mereka. Saat voting digelar, wakil dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) di Komisi III belum hadir. (NWO/FAJ/NTA/BEE/AIK)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

    Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

    Nasional
    Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

    Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

    Nasional
    Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

    Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

    Nasional
    KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

    KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

    Nasional
    Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

    Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

    Nasional
    Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

    Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

    Nasional
    KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

    KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

    Nasional
    Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

    Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

    Nasional
    Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

    Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

    Nasional
    Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

    Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

    Nasional
    Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

    Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

    Nasional
    Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

    Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

    [POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

    Nasional
    Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com