Dwi Bayu Radius
KOMPAS.com — Magdalena Ramar (21) membilas pakaian di pengungsian di Desa Ramiki, Distrik Wasior Kota, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, Selasa (21/12/2010). Ia dan 100 keluarga pengungsi lain menikmati air bersih berkat jaringan pipa yang dibangun warga setempat dari sumber air.
Kakak beradik Agus Sawaki (30) dan Tera Sawaki (32) tak berharap apa pun dengan membangun pipa air bersih dari sumber air sepanjang 100 meter ke hunian sementara Ramiki.
”Kasihan. Kalau tidak dibantu, pengungsi harus mondar-mandir mengangkat air,” ujar Tera. Menurut dia, pada dasarnya setiap manusia punya perasaan kasih sayang. ”Kami semua menjadi korban banjir, tetapi penderitaan pengungsi lebih berat,” kata Tera.
Bukan hanya air, kebutuhan lain, seperti sayur-mayur dan buah-buahan, pun dia berikan seadanya.
Tera dan Agus bukan orang berada. Mereka mensyukuri selamat dari bencana banjir bandang, 4 Oktober 2010 pukul 08.30, dengan membantu pengungsi tanpa pamrih.
Meski jauh dari pusat pemerintahan dan hiruk-pikuk kemewahan, rasa kekerabatan dan kekeluargaan di Wasior amat kental. Awalnya, Tera dan beberapa warga melihat para pengungsi kewalahan mencukupi kebutuhan air untuk sehari-hari. Oleh karena itu, mereka langsung turun tangan memasang pipa air, pekan lalu.
”Bukan hanya saya. Masyarakat Desa Ramiki dan di berbagai desa dekat hunian sementara juga membantu para pengungsi,” imbuhnya.
Magdalena menuturkan, truk tangki bantuan pemerintah hanya sekali datang ke Ramiki mengisi tandon air berkapasitas 1.100 liter. Itu pun hanya dua tandon dari 20 tempat penampungan air yang diisi. Dalam sehari, air pun habis.
”Belum pernah ada lagi bantuan dari pemerintah. Terakhir, instalasi listrik baru dipasang hari Minggu lalu setelah dua pekan kami di sini,” katanya.