Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abu Tholut, Gembong Teroris Berbahaya

Kompas.com - 10/12/2010, 11:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pasukan Densus 88 Antiteror Polri berhasil membekuk gembong teroris berbahaya, Abu Tholut, di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (10/12/2010). Belum ada keterangan resmi dari kepolisian terkait penangkapan ini.

Siapa Abu Tholut? Mantan Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, dalam sebuah jumpa pers saat masih memimpin Polri, menyebut Abu Tholut sebagai tokoh teroris berbahaya. Selain Abu Tholut, tokoh teroris berbahaya yang lain adalah Taufik Hidayat, Iwan, Jefri alias Kamal, dan Alex Cecep Gunawan. Mereka berada di urutan teratas daftar pencarian orang (DPO) atau buronan Mabes Polri.

Abu Tholut terlibat dalam sejumlah rangkaian terorisme dan aksi kriminal lain di Tanah Air. Ia pernah ditangkap polisi terkait aksi bom Atrium Senen pada 1 Agustus 2001. Ia mendapat remisi. Namun, bukannya "bertobat", ia malah terlibat dalam perampokan Bank CIMB Niaga pada 18 Agustus 2010. Bambang menyebut Abu Tholut sebagai pengatur dan penggerak rangkaian terorisme.

"Ia memiliki kemampuan khusus. Eks Komandan Askari Jama'ah Islamiyah, alumnus pelatihan di Afganistan, mendirikan kamp di Filipina selatan, dan melaksanakan latihan militer di Aceh," tutur Bambang.

Selanjutnya, Taufik Hidayat diduga terlibat dalam pembunuhan Brigadir Simanjuntak, merampas senjata, dan memimpin perampokan Bank CIMB Niaga. Taufik, kata Bambang, masih memegang senjata M-16 yang dirampas dari anggota Brimob.

Jefri alias Kamal, kelahiran Depok, menurut Bambang, adalah eks narapidana dalam pembuatan bom di Cimanggis. Ia juga ikut memfasilitasi pelatihan militer di Aceh dan terlibat langsung dalam perampokan di Sumatera Utara.

Kemudian yang masuk dalam DPO penting adalah Alex Cecep Gunawan. Ia merupakan eks veteran dari kelompok Poso dan menjadi jaringan radikal dari Jawa Tengah. Alex juga tercatat ikut melakukan perampokan di Sumatera Utara. Ambil alih kekuasaan

Aksi terorisme di Indonesia bukanlah aksi sporadis kriminal semata. Bambang mengungkapkan, aksi kelompok teroris yang dilakukan sejak tahun 2000 hingga kasus terakhir penembakan tiga polisi di Markas Kepolisian Sektor Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara, tahun 2010, memiliki target mengambil alih kekuasaan negara.

Bambang menjelaskan, tersangka teroris menganggap perampokan yang dilakukannya terhadap bank sebagai perampokan terhadap harta benda milik orang kafir (fa'i). Dengan dana itu, mereka membiayai kegiatan terorisme, yaitu membangun kekuatan militer, melakukan latihan, serta membeli senjata api dan bahan peledak.

Secara bersamaan, lanjut dia, kelompok teroris juga melakukan pembunuhan secara diam-diam dengan sasaran tertentu atau selektif, seperti target polisi yang berjaga di kantor polisi. Dengan aksi perampokan dan pembunuhan itu, teroris menginginkan agar masyarakat menjadi panik dan takut.

Dengan kepanikan di masyarakat, menurut Bambang, terjadi kondisi chaos sehingga legitimasi pemerintah bisa lemah. Dengan kondisi itu, kelompok teroris akan terus melakukan gerilya dan serangan terhadap pos-pos TNI dan Polri yang dianggap lengah.

"Ini bukan karangan atau prediksi, tetapi konsep strategis yang mereka siapkan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com