Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY-Sultan Harus Cari Titik Temu

Kompas.com - 29/11/2010, 19:49 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat sosial politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Arie Sujito, menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X harus mencari titik temu terkait keistimewaan Yogyakarta, bukan justru menciptakan kontroversi di media massa.

"Apa yang mereka lakukan itu justru akan memengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap keduanya sebagai pemimpin," kata Arie Sujito di Yogyakarta.

Menurut Ari, langkah diplomasi untuk membahas substansi Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) justru harus dijauhkan oleh politisasi yang berlebihan.

"Caranya, tim SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan tim Sultan harus menjaga diri dan mengurangi tensi ’bertarung’ dan justru mencari titik temu yang sifatnya substansi mencakup orientasi keistimewaan DIY, isi RUUK DIY, serta bagaimana menjaga konsistensi atas kesepakatan," katanya.

Ia mengatakan, soal monarki dan demokrasi sesungguhnya sudah memiliki rujukan, baik dalam berbagai draf maupun dalam perdebatan. "Sejauh ini saya menilai pernyataan SBY terlalu abstrak dan normatif, dan terkesan mengambang. Seharusnya pernyataan itu muncul di awal penyusunan RUUK, dan diterjemahkan dalam skema yang lebih detail sebagai rancangan RUU. Sebaliknya, Sultan juga terlalu reaktif," katanya.

Arie mengatakan, sejauh ini Sultan memang dilingkari oleh suasana politik yang tajam. Menurutnya, saat ini baik Presiden Yudhoyono maupun Sultan harus bisa menunjukkan sikap kebangsaan dan kenegarawanan.

"Di situlah tantangan buat kedua tokoh itu agar lebih hati-hati menyampaikan dan meluncurkan pernyataan," katanya.

Bagaimanapun, lanjut Arie, ini pertaruhan nasib masyarakat banyak, bukan personal di antara keduanya. "Setiap membuat pernyataan harus berpikir buat masyarakat dan bangsa. Sebagai catatan, tolong orang-orang yang mengitari kedua tokoh itu mendalami substansi RUUK dan jangan terjebak politisasi di luar konteksnya," katanya.

Sebagaimana diberitakan, saat rapat kabinet terbatas di Jakarta, Jumat (26/11/2010) lalu, Presiden Yudhoyono menyatakan, pemerintah akan mencari format keistimewaan Provinsi DIY agar tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan nilai-nilai demokrasi.

Menurut Presiden, tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan dengan nilai-nilai demokrasi di Indonesia. Menanggapi pernyataan itu, kepada wartawan di Yogyakarta, Sabtu (27/11/2010), Sultan menyatakan akan mempertimbangkan kembali jabatannya selaku Gubernur DI Yogyakarta jika posisinya dianggap mengganggu proses penataan provinsi itu.

Sultan pun mempertanyakan maksud sistem monarki yang disampaikan Presiden. Menurutnya, selama ini pemerintah Provinsi DIY menggunakan sistem yang sama seperti pemerintah provinsi lainnya, yakni berdasarkan konstitusi UUD 1945, UU, dan peraturan perundangan lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Sholat

    Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Sholat

    Nasional
    Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

    Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

    Nasional
    Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

    Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

    Nasional
    Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

    Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

    Nasional
    Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

    Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

    Nasional
    Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

    Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

    Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

    Nasional
    Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

    Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

    Nasional
    Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

    Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

    Nasional
    Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

    Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

    Nasional
    Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

    Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

    Nasional
    PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

    PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

    Nasional
    Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

    Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

    Nasional
    WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

    WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

    Nasional
    Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

    Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com