YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat sosial politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Arie Sujito, menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X harus mencari titik temu terkait keistimewaan Yogyakarta, bukan justru menciptakan kontroversi di media massa.
"Apa yang mereka lakukan itu justru akan memengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap keduanya sebagai pemimpin," kata Arie Sujito di Yogyakarta.
Menurut Ari, langkah diplomasi untuk membahas substansi Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) justru harus dijauhkan oleh politisasi yang berlebihan.
"Caranya, tim SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan tim Sultan harus menjaga diri dan mengurangi tensi ’bertarung’ dan justru mencari titik temu yang sifatnya substansi mencakup orientasi keistimewaan DIY, isi RUUK DIY, serta bagaimana menjaga konsistensi atas kesepakatan," katanya.
Ia mengatakan, soal monarki dan demokrasi sesungguhnya sudah memiliki rujukan, baik dalam berbagai draf maupun dalam perdebatan. "Sejauh ini saya menilai pernyataan SBY terlalu abstrak dan normatif, dan terkesan mengambang. Seharusnya pernyataan itu muncul di awal penyusunan RUUK, dan diterjemahkan dalam skema yang lebih detail sebagai rancangan RUU. Sebaliknya, Sultan juga terlalu reaktif," katanya.
Arie mengatakan, sejauh ini Sultan memang dilingkari oleh suasana politik yang tajam. Menurutnya, saat ini baik Presiden Yudhoyono maupun Sultan harus bisa menunjukkan sikap kebangsaan dan kenegarawanan.
"Di situlah tantangan buat kedua tokoh itu agar lebih hati-hati menyampaikan dan meluncurkan pernyataan," katanya.
Bagaimanapun, lanjut Arie, ini pertaruhan nasib masyarakat banyak, bukan personal di antara keduanya. "Setiap membuat pernyataan harus berpikir buat masyarakat dan bangsa. Sebagai catatan, tolong orang-orang yang mengitari kedua tokoh itu mendalami substansi RUUK dan jangan terjebak politisasi di luar konteksnya," katanya.
Sebagaimana diberitakan, saat rapat kabinet terbatas di Jakarta, Jumat (26/11/2010) lalu, Presiden Yudhoyono menyatakan, pemerintah akan mencari format keistimewaan Provinsi DIY agar tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan nilai-nilai demokrasi.
Menurut Presiden, tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan dengan nilai-nilai demokrasi di Indonesia. Menanggapi pernyataan itu, kepada wartawan di Yogyakarta, Sabtu (27/11/2010), Sultan menyatakan akan mempertimbangkan kembali jabatannya selaku Gubernur DI Yogyakarta jika posisinya dianggap mengganggu proses penataan provinsi itu.
Sultan pun mempertanyakan maksud sistem monarki yang disampaikan Presiden. Menurutnya, selama ini pemerintah Provinsi DIY menggunakan sistem yang sama seperti pemerintah provinsi lainnya, yakni berdasarkan konstitusi UUD 1945, UU, dan peraturan perundangan lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.