KOBE, KOMPAS.com — Wajar jika terjadi banyak korban ketika bencana gempa bumi dan tsunami terjadi di Indonesia. Maklumlah, kesadaran dan pemahaman dan pencegahan akan terjadinya risiko bencana masih sangat kurang.
Demikian juga upaya pencegahan dan pengurangan risiko secara fisik, seperti penguatan dan pemasangan peringatan dini terhadap terjadinya bencana dan jalur aman jika terjadi tsunami, hal itu diakui masih kurang. Semua ini akibat kendala anggaran dana dari APBN yang masih sangat minim.
Dari kebutuhan dana yang secara ideal berjumlah Rp 10 triliun atau 1 persen dari volume APBN, pemerintah baru memenuhi 0,2 persen saja atau sekitar Rp 200 miliar.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Kawasan Khusus Daerah Tertinggal Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Suprayoga Hadi kepada Kompas.com di sela-sela kunjungan ke Disaster Reduction & Human Renovation Institution (DR-HRI), Kobe, Jepang.
"APBN kita sekarang Rp 1.000 triliun lebih. Kalau alokasi anggaran untuk pengurangan risiko bencana 1 persen seperti di Jepang, maka seharusnya dana yang ditetapkan Rp 10 triliun," ujar Suprayoga.
"Namun, nyatanya, APBN 2010 ini hanya mengalokasikan 0,2 persen dari Rp 1.000 triliun. Dengan demikian, alokasi dananya hanya Rp 200 miliar. Jadi, sangat kurang," ujarnya.
Adapun alokasi dana penanganan bencana tahun ini, kata Suprayoga, hanya Rp 4 triliun. Sementara itu, menurut Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Fatchul Hadi, dari Rp 4 triliun itu, BNPB mendapat alokasi dana Rp 800 miliar. Sisanya untuk lembaga dan kementerian lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.