Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menhan Akui Tak Termasuk Senjata

Kompas.com - 28/09/2010, 21:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Untuk pengadaan enam pesawat tempur jenis Sukhoi yang dibeli dari Rusia, pemerintah harus merogoh dana sekitar 300 juta dollar Amerika Serikat.

Dengan demikian, harga per satu unit pesawat Sukhoi mencapai sekitar 50 juta dollar AS. Namun, pembelian pesawat tempur tersebut tidak termasuk kontrak pembelian jenis senjata tempurnya. Sebab, pengadaan senjata harus dilakukan dengan kontrak berbeda.

Hal itu diakui Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menjawab pers, seusai menghadiri pelantikan Panglima TNI yang baru, Laksamana TNI Agus Suhartono, dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksdya TNI Poernomo di Istana Negara, Jakarta, Selasa (28/9/2010).

"Memang, harganya jadi cukup mahal. Akan tetapi, mempertahankan negara ini, kan, memang tidak murah. Namun, devisa yang kita miliki, kan, juga cukup besar, yaitu sampai 78 juta dollar AS," tandas Purnomo.

Menurut Purnomo, dana yang digunakan untuk enam pesawat Sukhoi itu melalui fasilitas kredit ekspor (KE) yang berasal dari dana sindikasi tiga bank dalam negeri, yaitu Bank Mandiri, Bank BNI 46, dan Bank Rakyat Indonesia. "Dana APBN-nya hanya sebesar 15 persen, yakni untuk local content-nya saja," tambahnya.

Adapun, kata Purnomo, penggunaan dana devisa negara yang mencapai 78 juta dollar AS harus seizin Menteri Keuangan terlebih dulu. Diakui Purnomo, harga per unit pesawat jenis Sukhoi sekitar 50 juta dollar AS itu baru termasuk rak untuk pemasangan senjata dan bom yang akan melengkapinya.

"Jadi, kalau mau pasang senjata dan bom-nya, harus cari sendiri. Kita bisa mencarinya dari mana saja. Tidak harus dari Rusia," lanjutnya.

Purnomo mengakui, setiap jenis pesawat Sukhoi dilengkapi dengan empat rak untuk penempatan senjata dan pembomnya. Sukhoi bisa digunakan untuk pertempuran udara ataupun aksi pengeboman wilayah musuh.

Target dua kapal selam

Lebih jauh, Purnomo mengakui, dari enam kapal fregat yang dicita-citakan TNI Angkatan Laut, yang akan dibangun PT PAL, Surabaya, Jawa Timur, ternyata pemerintah baru mampu merealisasi satu unit saja.

Sementara itu, di tempat yang sama, Laksdya TNI Poernomo mengakui kepada Kompas, akhir tahun ini korpsnya berusaha menyelesaikan kontrak bagi pembangunan dua kapal selam samudra. Jika terwujud, pihaknya akan mengajukan kepada Kementerian Kehutanan.

Namun, ia belum mau merinci dengan negara mana pembangunan dua kapal selam samudra tersebut dilakukan. "Kalau akhir tahun ini kontraknya sudah ditandatangani, pembuatan kapal selamnya bisa berlangsung selama tiga tahun," kata Poernomo.

Poernomo menambahkan, sebagai KSAL yang baru, ia akan melanjutkan program yang dirintis oleh KSAL sebelumnya, yaitu Agus Suhartono. "Program Pak Agus kan belum selesai. Jadi, saya harus melanjutkan program alat utama sistem kesenjataan (alutsista), peningkatan profesionalisme, kesejahteraan anggota, dan efisiensi anggaran," demikian Poernomo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com