Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Mati bagi Koruptor

Kompas.com - 06/04/2010, 04:32 WIB

Jakarta, Kompas - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar di Jakarta, Senin (5/4), menyetujui penerapan hukuman mati bagi terpidana korupsi dan penyuapan. Hakim harus berani menerapkan hukuman itu karena sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

UU No 31/1999, yang diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mengatur hukuman mati dapat dijatuhkan antara lain pada pelaku korupsi saat negara sedang dilanda krisis, saat bencana alam, atau dalam keadaan tertentu. Yang kini belum ada adalah keberanian majelis hakim untuk menerapkan hukuman mati.

Patrialis di Kantor Presiden, Jakarta, Senin, menyatakan, ”Undang-Undang Korupsi sudah mengatur soal itu dan membolehkan. Saya setuju penerapannya itu. Masa kita harus berdebat terus mengenai itu. Sekarang tergantung bagaimana majelis hakim menafsirkan dan berani memutuskannya.”

Perlunya sanksi yang keras pada pelaku korupsi muncul kembali karena meski sudah banyak pejabat dihukum terkait kasus korupsi, sanksi tidak membuat pejabat atau orang lain jera untuk korupsi. Korupsi, khususnya suap, bahkan kini dinilai sebagai budaya (Kompas, 5/4).

Menurut Patrialis, untuk mengikis korupsi dan penyuapan, pemerintah sebenarnya menerapkan aturan yang keras agar membuat kapok pelakunya. ”Jika sekarang masih terjadi, mungkin harus lebih keras lagi cara penerapan sanksinya,” ujarnya.

Patrialis mengatakan, selain hukuman berat, kesejahteraan pegawai juga harus lebih baik dan memadai lagi. ”Kalau ada orang yang seperti Gayus HP Tambunan lagi, tentu harus dihajar dengan hukuman yang lebih berat dan keras lagi,” paparnya.

Latvia dan China

Di Surabaya, Jawa Timur, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengakui, korupsi di negeri ini sudah parah dan merajalela. Karena itu, Indonesia perlu belajar dari Latvia dan China yang berani melakukan perombakan besar untuk menumpas korupsi di negaranya.

Menurut Mahfud, sebelum tahun 1998, Latvia adalah negara yang korup. Untuk memberantas korupsi yang parah, negara itu menerapkan UU lustrasi nasional atau UU pemotongan generasi. Melalui UU itu, semua pejabat eselon II diberhentikan dan semua pejabat dan tokoh politik yang aktif sebelum tahun 1998 dilarang aktif kembali. Sekarang, negara ini menjadi negara yang benar-benar bersih dari korupsi.

Di China dilakukan pemutihan semua koruptor yang melakukan korupsi sebelum tahun 1998. Semua pejabat yang korupsi dianggap bersih, tetapi begitu ada korupsi sehari sesudah pemutihan, pejabat itu langsung dijatuhi hukuman mati.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com