Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pemberantasan Korupsi, SBY-Boediono Diberi Rapor Merah

Kompas.com - 26/01/2010, 16:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Program 100 hari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono mendapatkan rapor merah di bidang pemberantasan korupsi. Transparency International Indonesia (TII) menilai, perhatian pemberantasan korupsi di periode kedua pemerintahan SBY melemah.

Sekretaris Jenderal TII Teten Masduki mengatakan, pihaknya tidak melihat adanya keberhasilan yang signifikan dalam pemberantasan korupsi dalam Program 100 Hari Pemerintahan SBY-Boediono. "Justru kami melihat adanya pembiaran pelemahan institusi antikorupsi yang cukup efektif, seperti kriminalisasi lembaga antikorupsi oleh institusi negara sendiri," ujar Teten, Selasa (26/1/2010) di Jakarta.

Parahnya, lanjut Teten, Presiden tidak melakukan upaya diskresi untuk hentikan kasus ini. Kemarahan publiklah yang justru menghentikan kelanjutan kasus tersebut. Dikatakan Teten, retorika SBY dalam pemberantasan cukup gencar, tetapi dalam pelaksanaannya justru terjadi kontradiksi.

Aktivis antikorupsi ini khawatir hal ini membuat skor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2010 kembali melorot. Padahal, pada tahun 2009, IPK Indonesia 2,8, atau naik 0,2 dari tahun sebelumnya, yaitu 2,6.

Menurut Teten, fakta pembiaran yang terjadi pada tiga bulan pemerintahan SBY-Boediono ini merisaukan. Program 100 seharusnya dapat menjadi leverage (pengungkit) terhadap pemberantasan korupsi dalam lima tahun mendatang. Ditambahkannya, sebenarnya, jika pemerintah diam dan tidak mengganggu KPK dan Pengadilan Tipikor, IPK Indonesia akan membaik.

Tiga hal krusial

Saat ini, kata Teten, ada tiga hal penting yang harus dilakukan pemerintahan SBY terkait pemberantasan korupsi. Ketiga hal tersebut adalah, turut mendukung penyelesaian kasus Bank Century, memperkuat institusi KPK, serta membenahi institusi Kejaksaan dan Kepolisian.

Ketiga hal ini, jika dilakukan, akan berkontribusi positif pada peningkatan IPK. Terkait kasus Bank Century, Teten menyebutnya sebagai state capture. Fenomena ini akan terulang jika Indonesia tidak memiliki peraturan yang dapat mencegah konflik kepentingan.

Hal ini dianggap penting mengingat semakin banyak pengusaha yang menjadi politisi. Terlebih, jika politisi-pengusaha ini menguasai struktur politik di Indonesia sehingga berpotensi terciptanya oligarki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com