Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Untuk Cinta yang Lebih Baik...

Kompas.com - 13/01/2008, 11:20 WIB

Dr Dieten Neuser, peneliti dari Bayer Schering Pharma, Jerman, produsen obat disfungsi ereksi verdenafil bernama Levitra, hanya terkekeh ketika ditanya mengapa semua peneliti di seluruh dunia sibuk berlomba-lomba membuat obat untuk ereksi. Mengapa tidak sebaliknya, membuat obat untuk mengurangi ereksi sehingga dunia menjadi lebih tenang.

"He-he-he. Orang lebih peduli pada kemampuan laki-laki. Lagi pula tidak ada pasarnya," ujar Neuser di Lisabon, Portugal, akhir November 2007.

Disfungsi ereksi ini kini telah menjadi perkara serius di dunia, juga di Tanah Air. Dalam sebuah rubrik seksologi asuhan Prof Dr Wimpie Pangkahila di tabloid Senior edisi 2-8 November 2007, seorang perempuan berusia 38 tahun di Semarang, Jawa Tengah, mengeluhkan suaminya yang berusia 39 tahun tidak bisa ereksi sejak empat bulan terakhir. Perempuan berinisial SN itu menulis, "Kalau saya bilang ingin hubungan seks, dia berusaha menghindar dengan berbagai alasan…".

Saat mencoba bertanya ke seorang ibu setengah baya di Semarang melalui SMS, misalnya, ia menjawab agak ketus, "Aku kok ditanyain demikian…Malah yang tak cari itu sing tegak berdiri, je…".

Perempuan modern kini lebih terbuka membicarakan kebutuhan akan ereksi pasangan seksualnya. Tidak hanya di ruang-ruang intim, mereka juga membicarakannya di ruang publik, di berbagai media massa, restoran, kantor, bahkan di ruang-ruang chatting. Keluhan disfungsi ereksi juga disampaikan para perempuan ke Klinik Meditama, salah satu klinik kesehatan laki-laki dan perempuan, di Jalan KH A Dahlan 9, tidak jauh dari kawasan Simpanglima, Semarang. Klinik tersebut setiap Sabtu secara khusus melayani konsultasi kesehatan seksual laki-laki dan perempuan, terutama disfungsi seksual. Disfungsi ereksi sendiri adalah varian dari disfungsi seksual, selain gangguan libido, ejakulasi dini, dan gangguan seksual lainnya.

Jumlah pasien baru di klinik tersebut rata-rata 3-4 pasien per bulan, umumnya seputar keluhan ereksi. Belum lagi yang secara rutin berkonsultasi. "Ibu-ibu yang datang ke sini menanyakan soal itu juga mulai banyak," tutur dr Rudi Yuwana PhD, urolog di klinik tersebut, Jumat (7/12). Kalau yang datang laki-laki, Rudi biasanya juga memanggil pasangan seksualnya untuk menyelidiki penyebab disfungsi ereksi tersebut. "Sebelum konsultasi biasanya saya sodori kuesioner," ujar Rudi.

Macam-macam keluhan di klinik tersebut sehingga menyebabkan disfungsi ereksi. Rudi Yuwana bercerita, pernah ada kasus yang ternyata sebabnya sepele saja. Seorang suami mengeluh tidak bisa ereksi bersama istrinya karena si istri selalu menolak berhubungan intim. Setelah istri tersebut juga ditanya, ternyata si istri tidak tahan dengan bau suaminya. "Ya, sarankan mandi dulu sebelum berhubungan," ujar Rudi sambil tertawa.

Faktor psikologis memang sering menyebabkan disfungsi ereksi. Namun, kata Rudi, sejak lima tahun sudah bergeser. Kalau dulu 80-90 persen disebabkan faktor psikologis seperti kasus di atas, sekarang ini 80-90 persen disebabkan oleh kelainan organik.

Belum diketahui berapa sebetulnya angka kejadian atau prevalensi disfungsi ereksi di Indonesia. Namun, sejumlah hasil riset bisa sedikit membantu. Hasil riset urolog Korea Ill Young Seo dan kawan-kawan yang dipaparkan dalam Kongres Masyarakat Kesehatan Seksual Asia Pasifik Oktober 2007 menyebutkan bahwa dari 5.280 laki-laki dengan usia rata-rata 53,5 tahun yang mengalami disfungsi ereksi kebanyakan disebabkan kelainan organik atau campuran antara organik dan psikologis.

Gangguan ereksi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com