JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Hamburg, Jerman, pada 7-8 Juli mendatang.
Peneliti dari Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK), Jalal, mengatakan, forum tersebut harus digunakan oleh Presiden Jokowi untuk menegaskan sikap para pemimpin negara G20, termasuk Indonesia, terhadap pertanggungjawaban korporasi terkait pembangunan yang berkelanjutan.
Menurut Jalal, masih banyak korporasi atau perusahaan yang tidak membuat laporan mengenai dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan yang ditimbulkan.
Sementara, laporan tersebut penting untuk mengetahui apakah sebuah perusahaan sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau SDGs).
Baca: Inilah Wajah Sebenarnya dari Perubahan Iklim
"Pemerintah harus tegas pada korporasi untuk menyelamatkan Indonesia. Masih banyak perusahaan tidak melaporkan dampak ekonomi sosial dan lingkungan. Hanya beberapa ribu perusahaan saja di dunia yang melalukan itu," ujar Jalal, dalam sebuah diskusi bertajuk 'Sikap Masyarakat Sipil Jelang KTT G20' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (6/7/2017).
Jalal mengatakan, sebagai salah satu pimpinan negara anggota G20, Presiden Jokowi memiliki tugas untuk memastikan dunia mengarah pada pembangunan yang berkelanjutan.
Isu perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, lanjut Jalal, harus menjadi perhatian pemerintah melalui pengawasan yang ketat terhadap korporasi.
Selama ini, kegiatan korporasi besar menjadi faktor terbesar kerusakan lingkungan.
Selain itu, pemerintah juga harus berani memberikan sanksi terhadap korporasi yang tidak mengarah pada pembangunan yang berkelanjutan.
"Negara G20 harus lebih tegas terhadap perusahaan. Pemerintah harus berani memberikan disentif atau sanksi terhadap perusahaan yang tidak mengarah pada keberlanjutan," kata Jalal.
"Pekerjaan Jokowi berat, kalau serius untuk menyelamatkan dunia dari perubahan iklim," ujar dia.