JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) berharap pemerintah mengurungkan niatnya untuk menarik diri dari pembahasan Rancangan Undang-undang Pemilu.
"Harapan kami pemerintah dan DPR tetap duduk bersama menyelesaikan agenda pembahasan," kata Ketua Bawaslu RI Abhan kepada Kompas.com, Jakarta, Kamis (15/6/2017).
Abhan mengatakan, rencana pemerintah keluar dari pembahasan RUU Pemilu akan memberikan dampak terhadap penyelenggara pemilu, termasuk Bawaslu.
"Kalau pembahasan makin molor maka berimplikasi pada ketidakpastian dan akan berdampak pada persiapan penyelenggara," kata dia.
Abhan menambahkan, Undang-Undang Pemilu yang lama tidak mengatur mekanisme keserentakan pemilu legislatif dan pemilu presiden.
"Padahal ini amanat putusan MK, (bahwa) pileg-pilpres harus serentak," ucap Abhan.
Abhan juga memandang ada yang perlu direvisi dari Undang-Undang Pemilu lama, salah satunya soal pengaturan politik uang (money politic). Dalam UU Pemilu lama, money politic tidak bisa efektif diatasi karena ada pembagian masa, yaitu dalam masa kampanye, masa tenang, dan hari pencoblosan.
"Dan yang paling berpengaruh bagi Bawaslu kalau kembali ke UU Pemilu lama, pengawas di TPS tidak diatur," ujar Abhan.
Sebelumnya, pemerintah mengancam menarik diri dari pembahasan RUU Pemilu yang tengah berlangsung di DPR RI.
Ancaman ini terkait perdebatan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Pemerintah ngotot menggunakan presidential threshold yang lama, yakni partai politik atau gabungan partai politik harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.
Sementara, suara fraksi di DPR saat ini masih terbelah.
"Kalau tidak (disetujui) dengan sangat terpaksa pemerintah menolak untuk dilanjutkan pembahasannya. Menarik diri, ada dalam aturan undang-undang," kata Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis.
(Baca: Pemerintah Ancam Menarik Diri jika "Presidential Threshold" Diubah)
Apabila pemerintah menarik diri, maka pembahasan suatu UU tidak bisa dilanjutkan. Pemilu 2019 mendatang pun harus diselenggarakan berdasarkan UU yang lama, yakni UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif, serta UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam UU tersebut, presidential threshold sebesar 20-25 persen, sama dengan keinginan pemerintah saat ini.
(Baca juga: Pemerintah Ancam Menarik Diri dari RUU Pemilu, Ini Kata Pimpinan DPR)