Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan DPR Nilai Pembubaran HTI Lebih Baik Lewat Pengadilan

Kompas.com - 18/05/2017, 11:25 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwailan Rakyat RI Agus Hermanto menyebutkan, pembubaran organisasi masyarakat (Ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) dimungkinkan.

Namun, Agus mengungkapkan pemerintah lebih baik mengambil cara hukum melalui pengadilan.

Ia menilai pembubaran melalui jalur pengadilan tetap menjadi yang terbaik sekalipun organisasi yang akan dibubarkan sudah atau belum terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Jalur tersebut mengajarkan agar seluruh pihak menaati putusan pengadilan.

"Di pengadilan semua orang kan harus taat hukum, sehingga putusan tersebut yang harus dieksekusi," kata Agus di Kompleks Parlemen, Kamis (18/5/2017).


(Baca: Refly Harun: Perppu Pembubaran Ormas Bisa Ancam Demokrasi)

Penerbitan Perppu, lanjut Agus, memang dapat dilakukan untuk hal-hal yang dianggap genting dan diterbitkan oleh Pemerintah. Perppu nantinya juga membutuhkan persetujuan dari DPR.

"Dengan Perppu tentu bisa tapi Perppu adalah kewenangan Pemerintah di mana ada hal kegentingan yang memaksa maka Pemerintah dapat mengeluarkan Perppu," kata Agus

Sedangkan opsi lainnya lewat Keppres, Agus mengahatakan hal itu tak dimungkinkan. Hal tersebut karena Keppres berada di bawah UU Ormas kekuatan hukumnya. Di dalam UU Ormas, sudah disebutkan secara jelas pembubaran ormas harus melalui putusan pengadilan.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan bahwa rencana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) merupakan langkah yang sesuai prosedur hukum.

(Baca: Percepat Pembubaran HTI, Pemerintah Pikirkan Opsi Terbitkan Perppu)

Langkah tersebut dilakukan karena pemerintah memandang perlu untuk melakukan langkah dalam mempertahankan keamanan dan ketertiban negara yang sedang membangun.

"Pembubaran itu tetap di jalur hukum karena memang kita negara hukum, jelas ya," ujar Wiranto, usai diskusi "Memperteguh Keindonesiaan" di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2017).

"HTI ini satu gerakan dakwah, tetapi dalam dakwah itu substansinya mengandung satu gerakan politik dan gerakan politik yang dianut tidak bisa menghindari istilah khilafah," kata dia.

Sementara itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, tidak sependapat jika pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai langkah untuk mempercepat upaya pembubaran organisasi kemasyarakatan (Ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Menurut Jimly, upaya cepat yang bisa dilakukan pemerintah untuk membubarkan HTI adalah melalui Keputusan Presiden (Keppres).

"Dibuat keputusan dulu dengan Keppres, (HTI) dibubarkan. Keppres itu berlaku mengikat hari ini juga. Biar tidak usah kontroversial," kata Jimly, di Jakarta, Rabu (17/5/2017).

"Bukan Perppu. Perppu itu bikin indang-undang. Ngapain bikin UU. UU itu dibuat untuk ketentuan yang berlaku umum bukan untuk satu kasus. Enggak tepat. Sudah bubarin aja dengan Keppres," lanjut Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini.

Kompas TV Bubarkan HTI, Pemerintah Tempuh Jalur Hukum
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com