JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dinilai perlu memerhatikan potensi kekhawatiran masyarakat akibat implementasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Sebab, kerahasiaan data nasabah juga dilindungi oleh undang-undang.
Anggota Komisi XI Johnny G Plate menilai, perlu ada sosialisasi yang efektif terkait implementasi Perppu tersebut.
"Jika sosialisasi tidak berjalan efektif maka akan secara langsung berdampak pada lebih seletifnya belanja oleh masyarakat, baik belanja konsumsi maupun belanja investasi yang berujung pada perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional," kata Johnny, saat dihubungi Kompas.com melalui pesan singkat, Rabu (17/5/2017).
Ia mengatakan, wajib pajak yang telah melaksanakan kewajiban perpajakan dengan baik dan telah mengikuti program amnesti pajak tak perlu khawatir atas diterbitkannya Perppu ini.
Menurut Jhonny, Perppu Akses Informasi Keuangan untuk kepentingan perpajakan memang dibutuhkan.
Baca: Pimpinan KPK Dukung Perppu Akses Keuangan untuk Pajak
Selain itu, perppu ini juga diterbitkan untuk memenuhi komitmen pertukaran informasi di antara negara-negara G20.
Jika tak memenuhi komitmen tersebut, maka Indonesia akan dianggap sebagai negara tujuan penempatan dana ilegal.
"Hal ini tentu akan menurunkan kepercayaan investor dan sangat berpotensi mengganggu stabilitas perekonomian nasional kita," kata Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung memastikan, Presiden Joko Widodo sudah meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Baca: Perppu Rampung, Ditjen Pajak Bisa Intip Rekening Tanpa Izin Menkeu dan BI
"Perppu itu, tertanggal 8 Mei 2016, sudah diundangkan," ujar Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.
Melalui aturan ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memiliki keleluasaan untuk mengakses informasi keuangan nasabah yang merupakan wajib pajak.