JAKARTA, KOMPAS.com - Jhoni Boetja, salah seorang pemohon uji materi terkait peraturan menikah dengan teman sekantor mengatakan, banyak pekerja dari berbagai daerah yang menghubunginya.
Mereka, kata Jhoni, memberikan dukungan agar permohonan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dapat diterima.
Jhoni mengatakan, ada kekhawatiran dan ketakutan yang dirasakan kawan-kawan untuk segera melangsungkan pernikahan.
Mereka berpikir, akan dipecat dari perusahaan karena menikah dengan kawan sekantornya.
(Baca: Larangan Menikah dengan Teman Sekantor Digugat, Ini Kata Kemenaker)
"Dengan kami gugat ini sudah banyak kawan-kawan dari Yogyakarta, Bali, bahkan di Perusahaan PLN Pusat di Jakarta yang mau menikah, sudah lamaran, tapi menunggu keputusan MK. Kalau keputusan ini berhasil, mereka langsung nikah," ujar Jhoni saat dihubungi, Rabu (17/5/2017).
Meskipun, lanjut Jhoni, jika pun MK tidak mengabulkan permohonan uji materi ini kawan-kawan dari daerah tetap melangsungkan pernikahan.
"Tapi mereka mengharapkan kalau putusan ini dikabulkan, artinya mereka kan bisa enggak di PHK (karena menikahi kawan sekantor)," kata Jhoni.
Jhoni bersama delapan orang lainnya, mengajukan uji materi ke MK. Mereka mempermasalahkan ketentuan Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan.
Pasal itu mengatur hak pengusaha untuk pemutusan hubungan kerja (PHK) atas pekerja dalam satu perusahaan yang memiliki ikatan perkawinan setelah perjanjian kerja disepakati oleh kedua belah pihak.
Dalam permohonannya, pemohon mendalilkan Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan melanggar hak konstitusionalnya.
(Baca: Tolak Larangan Menikahi Teman Sekantor, 8 Pegawai Gugat Aturan ke MK)
Adapun ketentuan tersebut berisi tentang pelarangan pemutusan hubungan kerja bagi pekerja yang memiliki ikatan perkawinan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja.
Para pemohon menilai berpotensi kehilangan pekerjaannya akibat perkawinan sesama pegawai dalam satu perusahaan apabila hal tersebut diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Menurut para pemohon hal ini bertentangan dengan ketentuan dalam UU Perkawinan dan UU Hak Asasi Manusia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.