Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelibatan Militer untuk Berantas Teroris Tak Sesuai Prinsip Supremasi Sipil

Kompas.com - 16/05/2017, 23:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Pelibatan militer secara langsung di kasus-kasus tertentu, seperti tertuang di daftar inventaris masalah RUU Antiterorisme, tidak sejalan dengan prinsip supremasi sipil dan negara demokrasi. Hal itu akan berpotensi menabrak supremasi sipil, membuka ruang militer masuk ranah penegakan hukum, dan mengancam hak asasi manusia.

Direktur Program Imparsial Al Araf mengatakan, praktik di hampir semua negara demokrasi, pelibatan militer melawan teroris hanya bisa dilakukan jika ada keputusan politik kepala pemerintah.

"Apalagi militer tidak tunduk pada peradilan umum. Jadi, kalau ada kesalahan dalam penanganan teroris, pelakunya tidak bisa diadili di peradilan umum yang independen. Pelaku diadili di peradilan militer yang diragukan bisa menghadirkan peradilan yang adil. Yang berpotensi terjadi, peradilan justru melindungi sehingga meringankan hukuman para pelaku," ujar Araf di Jakarta, Senin (15/5/2017).

Hasil studi banding Panitia Khusus RUU Antiterorisme DPR ke Inggris, akhir April lalu, menguatkan pandangan masih pentingnya pelibatan militer menanggulangi terorisme. Anggota Pansus RUU Antiterorisme DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, menjelaskan, di Inggris, pelibatan militer bukan hal tabu.

(Baca: Ini Poin-poin yang Jadi Sorotan dalam RUU Anti-terorisme)

"Ketika terjadi aksi teroris yang potensi bahayanya besar, militer bisa dilibatkan mengatasi," katanya.

Namun, di sana, pelibatan militer tak secara langsung. Pelibatan militer didahului oleh keputusan rapat komite gabungan kontraterorisme.

Komite ini dipimpin perdana menteri Inggris yang di dalamnya ada menteri dalam negeri, menteri pertahanan, pejabat kepolisian dan militer.

"Jadi, militer diturunkan atas keputusan komite," katanya.

Tidak hanya di Inggris, di negara-negara Eropa lain, pelibatan militer untuk menanggulangi aksi teroris juga bukan hal tabu. Saat teroris menyerang Perancis, akhir 2015, militer juga diturunkan menanggulanginya.

"Yang perlu dirumuskan tinggal mekanisme dan bentuk pelibatannya," kata Asrul.

(Baca: Pemerintah Upayakan Pasal Pelibatan TNI Disetujui dalam RUU Anti-terorisme)

Jika merujuk praktik di Inggris, pelibatan militer diputuskan bersama oleh pemerintah bersama dengan kepolisian dan militer.

"Mekanisme di UU TNI sebenarnya sudah tepat dan tidak perlu direvisi, apalagi kalau bentuk revisinya seperti yang muncul dalam DIM RUU Antiterorisme," ujar Araf.

Dalam draf DIM sepuluh fraksi terhadap draf revisi UU Antiterorisme buatan pemerintah, opsi lain pelibatan militer dalam pemberantasan teroris membagi peran TNI menjadi dua, yaitu tugas perbantuan ke polisi dan tugas pokok.

Tugas pokok, berarti mengizinkan TNI menindak langsung aksi teroris terhadap tujuh obyek/subyek, di antaranya presiden dan wakil presiden beserta keluarganya, WNI di luar negeri, Kedutaan Besar Indonesia, dan terorisme yang berdampak meluas di wilayah Indonesia serta menimbulkan ancaman kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan negara (Kompas, 19/12). (APA)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Mei 2017, di halaman 2 dengan judul "Pelibatan Militer Tak Sesuai Prinsip Supremasi Sipil".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Ahok dan Ganjar Merespons Peluang Anies Maju Pilkada Diusung PDI-P

Saat Ahok dan Ganjar Merespons Peluang Anies Maju Pilkada Diusung PDI-P

Nasional
Pernyataan Pimpinan KPK Dinilai Seakan Jadi Kode bagi Harun Masiku untuk Lari

Pernyataan Pimpinan KPK Dinilai Seakan Jadi Kode bagi Harun Masiku untuk Lari

Nasional
Masjid Istiqlal Terima Hewan Kurban dari Kelompok Tionghoa dan Pengurus Katedral

Masjid Istiqlal Terima Hewan Kurban dari Kelompok Tionghoa dan Pengurus Katedral

Nasional
Habiburokhman Setuju Keluarga Pelaku Judi 'Online' yang Miskin Terima Bansos, Ini Alasannya

Habiburokhman Setuju Keluarga Pelaku Judi "Online" yang Miskin Terima Bansos, Ini Alasannya

Nasional
[POPULER NASIONAL] Sandiaga Uno Siap Di-'reshuffle' | Golkar Pantau Elektabilitas Ridwan Kamil

[POPULER NASIONAL] Sandiaga Uno Siap Di-"reshuffle" | Golkar Pantau Elektabilitas Ridwan Kamil

Nasional
Penjelasan Habiburokhman soal Adanya Anggota DPR Main Judi 'Online'

Penjelasan Habiburokhman soal Adanya Anggota DPR Main Judi "Online"

Nasional
Airlangga Sebut Kemenko Perekonomian Pindah ke IKN jika Kantornya Sudah Siap

Airlangga Sebut Kemenko Perekonomian Pindah ke IKN jika Kantornya Sudah Siap

Nasional
Jemaah Haji Sambut Gembira Saat Hujan Turun di Mekkah, di Tengah Peringatan Cuaca Panas

Jemaah Haji Sambut Gembira Saat Hujan Turun di Mekkah, di Tengah Peringatan Cuaca Panas

Nasional
PPP Pastikan Agenda Muktamar untuk Pergantian Pemimpin Digelar Tahun Depan

PPP Pastikan Agenda Muktamar untuk Pergantian Pemimpin Digelar Tahun Depan

Nasional
Jemaah Haji dengan Risiko Tinggi dan Lansia Diimbau Badal Lontar Jumrah

Jemaah Haji dengan Risiko Tinggi dan Lansia Diimbau Badal Lontar Jumrah

Nasional
Idul Adha, Puan Maharani: Tingkatkan Kepedulian dan Gotong Royong

Idul Adha, Puan Maharani: Tingkatkan Kepedulian dan Gotong Royong

Nasional
Timwas Haji DPR: Tenda Jemaah Haji Indonesia Tidak Sesuai Maktab, Banyak yang Terusir

Timwas Haji DPR: Tenda Jemaah Haji Indonesia Tidak Sesuai Maktab, Banyak yang Terusir

Nasional
Sikap Golkar Ingin Ridwan Kamil Maju di Pilkada Jabar Ketimbang Jakarta Dinilai Realistis

Sikap Golkar Ingin Ridwan Kamil Maju di Pilkada Jabar Ketimbang Jakarta Dinilai Realistis

Nasional
Masalah Haji Terus Berulang, Timwas Haji DPR Usulkan Penbentukan Pansus

Masalah Haji Terus Berulang, Timwas Haji DPR Usulkan Penbentukan Pansus

Nasional
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Jemaah Haji Diimbau Tak Lontar Jumrah Sebelum Pukul 16.00

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Jemaah Haji Diimbau Tak Lontar Jumrah Sebelum Pukul 16.00

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com