Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Larangan Cantrang Akan Jadi Bom Waktu untuk Jokowi Maju Pilpres 2019

Kompas.com - 13/05/2017, 15:48 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Kemaritiman dari The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi menyebut bahwa larangan penggunaan cantrang bagi para nelayan untuk menangkap ikan bisa menjadi bom waktu Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019.

Siswanto berujar, para nelayan adalah salah satu elemen masyarakat yang jumlahnya banyak, sama halnya seperti petani.

"Jadi jika mereka tidak terurus dengan baik akan menjadi bom waktu bagi siapa saja yang maju jadi Presiden ke depan karena jumlahnya signifikan," kata Siswanto di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, (13/5/2017?).

Terlebih, kata dia, rata-rata para nelayan hidupnya masih terbelenggu kemiskinan. Karenanya, jika mereka semakin disengsarakan lewat pelarangan cantrang, tidak menutup kemungkinan suara mereka alihkan ke calon lain di Pilpres 2019, bukan ke Presiden Joko Widodo.

(Baca: Koreksi Kebijakan Susi, Jokowi Bolehkan Cantrang hingga Akhir 2017)

"Rata-rata nelayan hidupnya miskin. Jadi memutar emosi mereka. Itulah saya maksud bisa membahayakan calon Presiden. Apalagi kalau Jokowi ingin maju jadi Presiden periode kedua," kata dia.

"Ya memang cantrang hanya jadi salah satu isunya. Tapi isu nelayan sebagai secara kesluruhan bisa menjadi cerita lain di Pilpres 2019," lanjutnya.

Untuk itu, ia mendorong agar Presiden Jokowi sepenuhnya mencabut larangan Cantrang, tidak hanya sepenuhnya ditangguhkan sampai akhir tahun 2017.

"Kalau dicabut saja ya dicabut sajalah. Jangan tarik ulur. Karena kalau didemo di kaji ulang tidak baik juga. Peraturan tidak ditentukan oleh demo. Ini kan terkait wibawa Pemerintah. Ini sangat sensitif, apalagi terkait persiapan Pilpres 2019," kata dia.

(Baca: DPR Ingatkan Pemerintah Tak Otoriter Larang Cantrang Selamanya)

"Sekarang kan larangannya ditangguhkan sampai akhir 2017. Nah apakah permanen itulah yang menjadi tanda tanya. Nelayan ini butuh kepastian, kalau memang tidak perlu ya tidak usah dikasih batas waktu," lanjutnya.

Jika memang dicabut, Siswanto mengusulkan agar Pemerintah Daerah perannya bisa dimaksimalkan. Itu agar mengurangi beban kerja dari Susi.

"Pemerintah daerah harus diberdayakan, urusan perikanan sudah diserahkan kepada provinsi, kabupaten/kota. Ini juga baik untuk bu Susi. Jadi bu Susi bisa santai, sekarang kan sasarannya bu Susi," ungkap dia.

"Nelayan itu tak peduli siapa pejabatnya, yang penting dia diurus dengan baik, pekerjaan mereka bisa berjalan terus, penghasilan mereka syukur-syukur bisa bertambah, atau stabil lah. Lah datang kebijakan cantrang ini memukul pendapatan nelayan," ungkap Siswanto.

Kompas TV Susi Pudjiastuti memerangi penangkapan ikan ilegal digambarkan dalam sebuah komik di Jepang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com