JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Natalius Pigai mengingatkan sikap reaktif pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang akan melaporkan perempuan yang mengkritik Presiden Joko Widodo saat berorasi mendukung pembebasan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Pigai mengatakan bahwa sikap dan langkah yang akan dilakukan Tjahjo Kumolo sangat berlebihan. Bahkan ia menilai negara sudah pada level antikritik, bahkan represif.
"Sangat overreactive saat ini tindakan penekanan-penekanannya. Kami sangat mengkhawatirkan, institusi negara dijadikan alat kekuasan untuk mempertahankan kekuasan," ujar Pigai kepada Kompas.com, Jumat (12/5/2017).
"Itu mengganggu tatanan demokrasi Indonesia, juga mengganggu iklim demokrasi dunia atau internasional," kata dia.
Pigai juga menyebut, pemerintahan Jokowi saat ini pun tak luput dari ancaman pemberangusan kebebasan sipil dan kebebebasan beropini dan menyampaikan pendapat.
"Kalau pemerintahan memanfaatkan institusi-institusi negara sebagai alat kekuasaan, maka tdak mengherankan ada dua kebebasan yang dikekang hari ini," kata Pigai.
Kebebasan yang terancam direnggut itu, kata dia, adalah kebebasan sipil. Indikatornya, warga negara yang tidak sependapat dengan pemerintah akan ditindak.
"Salah satu indikatornya di mana setiap warga negara tidak bisa melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kemauan dan pemikiran pemerintah," ucap Pigai.
Tak hanya itu, kebebasan lain yang juga terancam dikekang adalah kebebasan berekspresi, menyampaikan pendapat pikiran, pendapat, perasaan, dan kebebasan berserikat.
"Kedua aspek itu merupakan pilar yang utama dalam sebuah negara demokrasi. Negara demokrasi dilihat dari apakah rakyat itu bebas? Lalu apakah berorganisasi, berserikat menyampaikan, perasaan, pendapat dan pikiran itu terpelihara," ujar dia.
Karena itu, Pigai menegaskan agar pemerintah jangan lagi masuk ke ranah hak asasi manusia (HAM) yang melekat kepada setiap idnividu setiap warga negara.
"Kalau kedua aspek dikekang, maka itu bisa dikateorikan negara seakan-akan bertindak seperti negara fasis. Praktik pemerintahan fasis itu kebebasan sipil ditekan, dan kebebasan berserikat diberangus," ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo akan menyurati seorang wanita berinisial VKL yang berorasi di depan massa setelah Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis dua tahun untuk Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Surat tersebut terkait pernyataan VKL dalam orasinya yang dinilai Tjahjo memfitnah Presiden Joko Widodo sekaligus memprovokasi massa.
(Baca: Mendagri Peringatkan Wanita yang Kritik Jokowi saat Berorasi Bela Ahok)
Tjahjo mengaku sudah mendapatkan data mengenai identitas VKL, berikut alamat rumah hingga latar belakang yang bersangkutan. Menurut Tjahjo, kata-kata VKL dalam orasi yang ditujukan kepada Presiden Jokowi, tidak pantas.
Selain mengklarifikasi, Tjahjo juga minta VKL minta maaf atas pernyataannya tersebut. Permintaan maaf mesti dimuat di media massa nasional
Sementara itu, VKL yang dihubungi Kompas.com, Kamis (11/5/2017), mengaku masih enggan menyikapi ancaman Mendagri tersebut. Ia pun juga enggan berkomentar lebih jauh.
(Baca: Dianggap Kritik Jokowi, Pendukung Ahok Ini Enggan Tanggapi Ancaman Mendagri)