JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Nasdem Taufiqulhadi mengimbau agar semua fraksi tetap mengirimkan perwakilannya untuk menjadi anggota Panitia Khusus (Pansus) hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kehadiran anggota setiap anggota fraksi, kata dia, tetap diperlukan agar pembahasan dalam pansus bisa terpantau.
Pemantauan juga agar pansus tetap sesuai dengan fokus awal.
"Saya serukan agar fraksi-fraksi mengirim utusannya ke pansus. Dengan demikian, kita akan memperlihatkan kepada rakyat bahwa kita melakukan sesuatu untuk kepentingan dan kebaikan bersama bangsa ini," kata Taufiqulhadi melalui pesan singkat, Jumat (5/5/2017).
(Baca: Banyak Ditolak, Politisi PDI-P Masinton Yakin Hak Angket KPK Berjalan)
Termasuk soal adanya kekhawatiran dari Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan yang mengatakan, hak angket bisa berujung pada dijatuhkannya pemerintahan.
Zulkifli menilai ujung pangkal hak angket adalah menyatakan pendapat kepada presiden.
"Karena itu PAN kirim saja anggota ke pansus agar angket tidak mengarah ke presiden. Jika PAN di dalam maka kita akan lebih mampu fokus ke KPK saja, tidak melebar ke presiden," ucap Anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Timur IV itu.
Taufiqulhadi menyayangkan jika angket tersebut gugur di tengah jalan.
Jika hal itu terjadi, kata dia, DPR berada di ambang bencana dan akan dianggap gagal melaksanakan hak dan kewajibannya.
"Ia akan menjadi lembaga yang kerdil di depan mata rakyat. Karena rakyat tahu, kegagalan tersebut bukan karena mereka tulus untuk membela pemberantasan korupsi tapi lebih banyak karena mereka tidak memiliki rasa percaya diri menghadapi KPK," tuturnya.
"Rasa percaya diri mereka telah rontok karena mereka merasa bersinggungan dengan korupsi," ucap anggota Pansus RUU Pemilu itu.
(Baca: Bambang Soesatyo Jamin Hak Angket KPK Tak Berujung Penggulingan Presiden)
Usulan hak angket dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam persidangan, penyidik KPK Novel Baswedan yang dikonfrontasi dengan politisi Hanura Miryam S Haryani, mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR, agar tidak mengungkap kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP.
Menurut Novel, hal itu diceritakan Miryam saat diperiksa di Gedung KPK. Para anggota DPR yang namanya disebut langsung bereaksi. Penggunaan hak angket kemudian muncul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.