Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa "Hoax" Lestari dalam Pemilihan Umum di Indonesia?

Kompas.com - 03/05/2017, 20:16 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Berita bohong atau "hoax" banyak mewarnai Pilkada DKI Jakarta yang baru saja berakhir dua pekan ini.

Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berita bohong ini merupakan satu dari banyak masalah serius yang muncul dalam Pilkada DKI Jakarta.

"Mengapa hoax lestari dalam Pilkada dan Pemilu kita?" kata Titi dalam sebuah diskusi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, Rabu (3/5/2017).

Titi menyampaikan, setidaknya ada tiga faktor yang membuat subur munculnya hoax di media sosial, yaitu regulasi yang belum menjangkau pemberantasan hoax, pembiaran yang dilakukan oleh pasangan calon, dan lambannya respons dari lembaga penyelenggara pemilu.

Faktor pertama, soal regulasi yang tidak bisa menjangkau praktik penyebaran hoax di media sosial dikarenakan adanya disparitas pemaknaan penegakan hukum.

 

(Baca: Pembuat Berita "Hoax" yang Catut Nama Sri Sultan Ditangkap)

Pasal 69 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 telah menyebutkan dengan jelas larangan dalam kampanye seperti menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan dan atau kelompok masyarakat.

Menurut Titi, pasal ini seharusnya masih relevan digunakan untuk menindak penyebaran hoax di media sosial. Namun penegakan hukum tidak dilakukan serius di media sosial sebagaimana di media konvensional seperti alat peraga dan bahan kampanye.

"Padahal kan yang penting perbuatannya yang dilarang. Mediumnya apa, seharusnya kan tidak dibedakan," kata Titi.

Sementara itu, faktor kedua yaitu pasangan calon peserta pemilu tidak mempunyai komitmen untuk memerangi hoax. Titi lebih lanjut mengatakan, kalaupun ada imbauan dari pasangan calon kepada tim sukses, pendukung, dan simpatisan mereka untuk tidak menyebarkan hoax, bahasa yang digunakan terlalu formal.

(Baca: Begini Cara Gus Mus Tangani "Hoax")

"Situasi ini (merebaknya hoax) seperti dibiarkan oleh elite. Jadi, imbauan elite itu sifatnya hanya optimisme. Komitmen konkret dan nyata untuk menolak kampanye hoax yang berbasis SARA memang tidak ada di Pilkada kita," tutur Titi.

Terakhir yaitu faktor kapabilitas penyelenggara pemilu dalam menangkal penyebaran hoax. Titi mengatakan, bahkan berita bohong yang beredar tidak hanya menyerang pasangan calon, melainkan tata cara atau teknis penyelenggaraan pemilu.

Dan, menurut Titi, berkaca dari Pilkada DKI Jakarta kemarin, penyelenggara pemilu gagal merespons berita bohong.

"Misalnya jelang hari pemungutan suara beredar berita yang luar biasa, bahwa bagi yang tidak dapat C6 tetapi ada namanya di DPT, tetap tidak bisa menggunakan hak pilih. Dan itu berantai di whatsapp. Dan sayangnya penyelenggara pemilu kita lamban meresponsnya," kata Titi.

Dia pun berharap, ke depan penyelenggara pemilu bisa lebih responsif apabila ada berita bohong yang tersebar di media sosial, utamanya yang berkaitan dengan proses penyelenggaraan pemilu.

"Terus terang kemarin penyelenggara pemilu kita itu tidak ada yang bisa mengikuti ritme penggunaan media sosial dalam Pilkada," kata Titi.

Kompas TV Guna melawan masifnya berita hoax yang beredar di media sosial saat ini,Polri bentuk biro baru yakni biro multimedia. Diharapkan biro ini dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk tidak terprovokasi berita tidak benar yang kerap kali memberikan efek negatif
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com