JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah tokoh lintas agama menyerukan perdamaian dan keutuhan bangsa di atas kepentingan politik.
Seruan itu dilontarkan menjelang pemungutan suara putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017, Rabu 19 Desember 2016.
Para tokoh lintas agama itu menyatakan sikap yang dibacakan di kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (17/4/2017).
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj menegaskan bahwa pernyataan sikap dari organisasi keagamaan tidak memiliki kepentingan politik terkait penyelenggaraan Pilkada.
(Baca: Jokowi Minta Ulama Tenangkan Umat Jelang Pilkada DKI Putaran Kedua)
Menurut Said Aqil, sikap ini merupakan upaya bersama tokoh lintas agama dalam mewujudkan situasi masyarakat yang damai dan aman.
"Tidak ada kepentingan politik apapun yang berkumpul di sini. Kepentingannya cuma satu, menyelamatkan dan mewujudkan kedamaian di Indonesia," ujar Said.
Pada kesempatan yang sama Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Ignatius Suharyo meminta masyarakat bersikap tenang, tidak takut dan berpikir jernih dalam menyikapi kondisi.
Selain itu dia meminta masyarakat mendukung segala upaya pemerintah untuk menyukseskan Pilkada DKI dengan menjaga keamanan dan kedamaian demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Tetap bersikap tenang, tidak takut, dan berpikir jernih dalam menyikapi keadaan. Kita wajib mendukung segala upaya pemerintah untuk mensukseskan Pilkada DKI Jakarta putaran kedua serta menjaga keamanan dan kedamaian demi keutuhan NKRI," ucap Ignatius.
(Baca: Kapolri Instruksikan Tangkap yang Ganggu Keamanan Saat Pilkada DKI)
Ketua Umum Niciren Syosyu Indonesia (NSI) Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja meminta setiap umat beragama mengedepankan nilai-nilai kebangsaan dan kebhinnekaan dalam menentukan pilihan.
Dengan begitu, apapun hasil Pilkada yang muncul bisa memberi makna positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Diharapkan hasil Pilkada nanti bisa memberi makna positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945," tutur Suhadi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Uung Sendana.