Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geger Nama di Kasus E-KTP, Satu Lagi Drama Urusan Identitas Tunggal

Kompas.com - 10/03/2017, 10:52 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

KOMPAS.com – Hingga awal pekan lalu, topik e-KTP di pemberitaan dan media sosial masih lebih banyak berkutat soal blanko kartu identitas yang tak kunjung ada. Janji penyediaan kartu tersebut pada awal 2017 tak kunjung terwujud.

Kira-kira, kicauan dan unggahan status di media sosial tak jauh-jauh dari, “Bagaimana sih ini, blanko e-KTP kok belum juga ada. Masa ngurus KTP sampai berbulan-bulan begini?

Namun, di pertengahan pekan ini, tepatnya Kamis (9/3/2017), hiruk-pikuk soal e-KTP mendadak bergeser ke dugaan korupsi pengadaannya. Semua bermula dari persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta.

Sidang dengan dua terdakwa mantan pejabat di Kementerian Dalam Negeri itu—Irman dan Sugiharto—menghentak publik. Satu lagi babak drama terkait upaya menghadirkan identitas tunggal untuk berbagai dokumen dan pelayanan publik ini mencuat.

Dalam dakwaan perkara, jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut sejumlah nama petinggi negeri—baik dari unsur pemerintah maupun partai politik—diduga menerima aliran dana dari proses pengadaan e-KTP pada 2010.

Sejumlah nama disebut menerima aliran dana dalam pengadaan e-KTP pada 2010 menurut dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibacakan pada Kamis (9/3/2017) untuk terdakwa Irman dan Sugiharto KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI Sejumlah nama disebut menerima aliran dana dalam pengadaan e-KTP pada 2010 menurut dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibacakan pada Kamis (9/3/2017) untuk terdakwa Irman dan Sugiharto

Sepekan sebelum sidang, KPK telah memberi isyarat sejumlah nama besar akan disebut dalam dakwaan ini. Meski begitu, KPK berharap tak ada guncangan politik gara-gara daftar nama tersebut.

(Baca juga: Kasus E-KTP Libatkan Nama Besar, KPK Harap Tak Ada Guncangan Politik)

Dari nilai anggaran Rp 5,9 triliun, 34 persen di antaranya diduga mengalir kepada sejumlah pejabat di Kementerian Dalam Negeri dan anggota DPR periode 2009-2014.

Setelah dikurangi pajak sekitar 11,5 persen, nilai nominal yang tersebar tersebut tetap bikin tercengang. Negara diduga dirugikan tak kurang dari Rp 2,3 triliun!

Dugaan aliran dana dalam pengadaan e-KTP pada 2010 sesuai dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibacakan pada Kamis (9/3/2017) untuk terdakwa Irman dan SugihartoKOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI Dugaan aliran dana dalam pengadaan e-KTP pada 2010 sesuai dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibacakan pada Kamis (9/3/2017) untuk terdakwa Irman dan Sugiharto

Sejumlah nama yang disebut pun sebagian mulai angkat suara. Bantahan, tentu saja mendominasi. Namun, tak urung “drama” lama terkait tebaran duit salah arah terkait proyek dan pengadaan negara ini terungkit kembali.

Masih ingat dengan M Nazaruddin? Setidaknya pada 2013, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat ini berkicau soal dugaan bagi-bagi duit dalam proyek e-KTP.

(Baca: Nazaruddin: "Mark-up" Proyek E-KTP Rp 2,5 Triliun)

Salah satu yang terekam dalam catatan Kompas.com adalah pernyataannya pada Senin (23/9/2013). Waktu itu dia masih berstatus saksi untuk perkara lain yang juga ditangani KPK.

“Jadi gini, proyek nilainya Rp 5,9 triliun, saya, (Setya) Novanto, semua merekayasa proyek ini mark-up Rp 2,5 triliun,” kata Nazaruddin di Gedung KPK.

Mereka yang juga disebut namanya

Sejumlah nama yang disebut dalam dakwaan memang bukan “kalangan biasa”. Gamawan Fauzi dalam kapasitas sebagai Menteri Dalam Negeri saat proyek itu bergulir, merupakan salah satunya.

Setya Novanto, Ketua DPR saat ini, jadi nama berikutnya yang bahkan terbaca dalam dakwaan punya peran besar. Pendahulu Novanto di kursi pimpinan parlemen, Marzuki Alie, masuk juga dalam daftar.

Ada pula Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dalam kapasitas sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR saat proyek tersebut berjalan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com