Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen PPP: Hak Angket Ahok Bikin Tensi Politik Memanas

Kompas.com - 24/02/2017, 21:14 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Romahurmuziy berpandangan bahwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok harus diberhentikan sementara dari jabatan Gubernur DKI. 

Namun, menurut Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani, hak angket bukan jalur yang tepat untuk mempertanyakan keputusan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang tak memberhentikan Ahok. 

"Kalau tidak diberhentikan sementara, bukan (ditanyakan) dengan hak angket. Harus diupayakan dulu," kata Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (24/2/2017).

(Baca: Paripurna DPR, Politisi Nasdem Minta Usulan Hak Angket Ahok Dicabut)

Arsul berpendapat, meski sudah menggelar rapat kerja dengan Mendagri dan bertanya soal status Ahok, namun Komisi II masih belum mempergunakan instrumen yang dimiliki. 

Semisal mengundang ahli hukum. Sebab, hal yang diperdebatkan perihal status Ahok berkaitan dengan aspek hukum, yaitu Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

"Ini kan masalah hukum, jadi kajian hukum harus dilakukan komprehensif," tuturnya.

Jika memang belum cukup, setelah meminta pandangan hukum, DPR bisa menggunakan hak mengajukan pertanyaan kepada pemerintah.

"Karena kalau ujug-ujug hak angket, tensi politik bukan terpelihara dengan baik, malah makin panas," ucap Anggota Komisi III DPR itu.

Namun, jika hal-hal tersebut tak bisa dikompromikan, ia berharap kompromi masih bisa berlanjut di rapat Badan Musyawarah.

"Kami harap masih bisa melalui forum Bamus nanti, ya PPP akan menolak," tuturnya.

(Baca: Sekjen Golkar: Tak Perlu Hak Angket kalau Hanya Tanya Ahok Alasan Belum Diberhentikan)

Surat usulan hak angket telah dibacakan di rapat paripurna DPR, Kamis (23/2/2017) kemarin.

Adapun pengusul hak angket adalah Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dengan jumlah pengusul 93 orang.

Sedangkan enam fraksi lainnya beberapa waktu lalu telah sepakat tak menandatangani hak angket tersebut.

Seusai dibacakan di rapat paripurna, hak angket masih harus melalui rapat Bamus untuk dilakukan penjadwalan dan akan dieksekusi pada masa sidang yang akan datang mulai pertengahan Maret 2017.

Kompas TV Massa berkumpul dan berunjuk rasa di depan kantor DPR-MPR RI, Jakarta untuk menuntuk hak angket Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama segera diputuskan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com