JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Irman Gusman, mempertimbangkan upaya hukum banding atas putusan majelis hakim.
Irman divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Majelis hakim juga mencabut hak politik Irman selama 3 tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.
"Saya akan konsultasi dengan pengacara. Terima kasih atas putusan Yang Mulia Majelis Hakim. Kami minta waktu untuk pikir-pikir, agar kami bisa memutuskan dengan lebih baik," ujar Irman, kepada majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/2/2017).
Pengacara Irman, Maqdir Ismail, menjelaskan beberapa keberatan tim pengacara atas putusan hakim tersebut.
Salah satunya, hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik Irman.
(Baca: Irman Gusman Divonis 4,5 Tahun Penjara)
Menurut Maqdir, sesuai konstitusi, hak untuk dipilih dalam jabatan publik adalah hak asasi manusia.
Sementara, hak yang dapat dicabut dalam ketentuan undang-undang adalah hak yang diberikan oleh pemerintah.
Hal lainnya, tim pengacara menilai dengan terbuktinya unsur menerima hadiah, maka pasal yang paling tepat didakwakan kepada Irman adalah Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut memiliki ancaman hukuman yang lebih rendah dari pasal yang digunakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tuntutan pidana.
Pemidanaan dalam Pasal 11 UU Tipikor hanya maksimal 5 tahun penjara dan minimal 1 tahun penjara.
Sementara, jaksa KPK dan majelis hakim menilai, Irman lebih tepat didakwa melanggar Pasal 12 huruf b UU Tipikor.
Dalam pasal itu, ancaman pidana minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup.
Tim pengacara Irman tidak sependapat dengan pasal yang digunakan majelis hakim.