Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketum PAN Tak Sepakat Pengajuan Hak Angket Status Ahok

Kompas.com - 14/02/2017, 18:58 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan tak sepakat dengan pengajuan hak angket terkait status Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang aktif kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta. Menurutnya, ada tahapan-tahapan yang bisa ditempuh sebelum hak angket diajukan.

"Kan ada langkah-langkahnya dulu. Raker, kalau enggak puas interelasi, baru lanjut. Proses dulu. Kalau tiba-tiba, namanya emosional saja. Patah di tengah jalan percuma juga," ujar Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/2/2017).

"Saya tidak sependapat kalau belum raker, belum ditanya, sudah angket," sambungnya.

(Baca: Usulan Hak Angket Status Ahok Dibawa ke Rapat Paripurna)

Meski begitu, ia mempersilakan anggota-anggota fraksi PAN yang sudah ikut menandatangani hak angket tersebut. Menurutnya, hak anget merupakan hak setiap anggota dewan dan merupakan spontanitas.

Namun, mengenai sikap resmi fraksi, kata dia, masih harus disampaikan lewat rapat Badan Musyawarah dan rapat paripurna.

"Fraksi tentu konsolidasi dengan partai gitu. Nanti di paripurna disampaikan sikap fraksi seperti apa, kan begitu," kata Ketua MPR RI itu.

(Baca: 4 Fraksi Gulirkan Hak Angket Status Ahok, Ini Komentar Mendagri)

Empat fraksi resmi mengusulkan hak angket terkait status Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang aktif kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta, yaitu Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).

Pengangkatan Ahok dinilai cacat yuridis karena bertentangan dengan Pasal 83 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Adapun bunyi pasal tersebut adalah:

1. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.

3. Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Sementara itu, Ahok didakwa Pasal 156 dan 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penodaan agama dengan hukuman penjara 5 tahun dan 4 tahun.

Kompas TV Wacana hak angket digulirkan sejumlah anggota DPR dari sejumlah fraksi untuk menyelidiki adanya dugaan pelanggaran undang-undang yang dilakukan pemerintah, ketika mengaktifkan kembali Basuki Tjahaja Purnama menjadi Gubernur DKI Jakarta. Lalu salahkah pemerintah dan perlukah hak angket digalang di DPR? Kompas Malam akan membahasnya dengan anggota Komisi II yang juga Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR, Arif Wibowo, Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Azikin Solthan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com