Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Anggap Tuntutan Cabut Hak Politik Irman Gusman Langgar HAM

Kompas.com - 01/02/2017, 19:24 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Irman Gusman, Maqdir Ismail, merasa tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlalu berlebihan.

Menurut Maqdir, tuntutan jaksa untuk pencabutan hak politik terhadap Irman melanggar hak asasi manusia (HAM).

"Saya kira ada kekeliruan dari teman-teman jaksa penuntut umum mengartikan hak yang bisa dicabut," ujar Maqdir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (1/2/2017).

Menurut Maqdir, hak yang bisa dicabut menurut undang-undang adalah hak yang diberikan oleh pemerintah, bukan hak dasar atau hak asasi manusia. Sementara, hak politik, menurut Maqdir, didapatkan oleh seseorang sebagai hak asasi yang dijamin oleh konstitusi.

Menurut Maqdir, pencabutan hak-hak tertentu seharusnya dilakukan terhadap hasil yang diperoleh terdakwa dari suatu perbuatan pidana.

"Saya kira ini yang harus dikoreksi segera secara baik, meski pun hak politik dicabut hanya tiga tahun," kata Maqdir.

Jaksa KPK menuntut majelis hakim untuk mencabut hak politik Irman Gusman. Pencabutan hak politik diminta berlaku selama 3 tahun setelah Irman selesai menjalani pidana pokok.

Menurut jaksa, pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik bertujuan untuk melindungi publik dari fakta dan persepsi yang salah tentang calon pemimpin.

Pencabutan hak politik menghindari terjadinya salah pilih dan melindungi masyarakat agar tidak dikhianati oleh pemimpin yang dipilih.

Dalam pertimbangannya, jaksa mempertimbangkan jabatan Irman Gusman sebelumnya yang merupakan senator yang dari daerah Sumatera Barat. Menurut jaksa, saat memilih wakil daerahnya, warga Sumatera Barat tentu menginginkan pemimpin yang bebas dari korupsi.

Selain itu, pencabutan hak politik adalah pidana tambahan yang memang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(Baca: Jaksa KPK Tuntut Hak Politik Irman Gusman Dicabut)

"Terdakwa juga sebagai Ketua DPD yang merupakan jabatan strategis. Maka perbuatan terdakwa telah menciderai tatanan demokrasi dan kepercayaan publik," kata jaksa Arif Suhermanto.

Irman Gusman dituntut pidana penjara selama 7 tahun. Dia juga dituntut membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan.

(Baca: Irman Gusman Dituntut 7 Tahun Penjara)

Irman dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp 100 juta dari Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan Memi. Dia diduga menggunakan pengaruhnya untuk mengatur pemberian kuota gula impor dari Perum Bulog kepada perusahaan milik Xaveriandy.

Kompas TV Kasus Korupsi E-KTP Irman Resmi Ditahan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam Adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam Adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Nasional
Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Nasional
Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Nasional
Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Nasional
Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Nasional
3 Kriteria Jemaah Haji yang Bisa Dibadalhajikan: Wafat, Sakit dan Gangguan Jiwa

3 Kriteria Jemaah Haji yang Bisa Dibadalhajikan: Wafat, Sakit dan Gangguan Jiwa

Nasional
Nurul Ghufron Beri Sinyal Kembali Ikut Seleksi Capim KPK 2024-2029

Nurul Ghufron Beri Sinyal Kembali Ikut Seleksi Capim KPK 2024-2029

Nasional
Kecelakaan Bus 'Studi Tour', Muhadjir: Saya Kaget, Setelah Berakhir Mudik Malah Ada Kejadian

Kecelakaan Bus "Studi Tour", Muhadjir: Saya Kaget, Setelah Berakhir Mudik Malah Ada Kejadian

Nasional
Minta Polri Adaptif, Menko Polhukam: Kejahatan Dunia Maya Berkembang Pesat

Minta Polri Adaptif, Menko Polhukam: Kejahatan Dunia Maya Berkembang Pesat

Nasional
KSAL Berharap TKDN Kapal Selam Scorpene Lebih dari 50 Persen

KSAL Berharap TKDN Kapal Selam Scorpene Lebih dari 50 Persen

Nasional
Segera Kunjungi Lokasi Banjir Sumbar, Menko PMK: Kita Carikan Solusi Permanen Agar Tak Berulang

Segera Kunjungi Lokasi Banjir Sumbar, Menko PMK: Kita Carikan Solusi Permanen Agar Tak Berulang

Nasional
Baleg Ajukan Revisi UU Kementerian Negara sebagai RUU Kumulatif Terbuka

Baleg Ajukan Revisi UU Kementerian Negara sebagai RUU Kumulatif Terbuka

Nasional
Buka Opsi Sebar Satkalsel, KSAL: Tunggu Kapal Selamnya Banyak Dulu

Buka Opsi Sebar Satkalsel, KSAL: Tunggu Kapal Selamnya Banyak Dulu

Nasional
Khofifah: Guru Besar Usul Pembentukan Kementerian Pendidikan Tinggi, Teknologi, dan Inovasi

Khofifah: Guru Besar Usul Pembentukan Kementerian Pendidikan Tinggi, Teknologi, dan Inovasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com