JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman, Maqdir Ismail merasa tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya terlalu berlebihan.
Menurut Maqdir, tuntutan tersebut tidak sesuai dengan fakta persidangan.
"Saya kira tuntutan ini terlalu tinggi, dan menurut kami ini tuntutan yang berlebihan," ujar Maqdir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (1/2/2017).
Menurut Maqdir, dalam surat tuntutan, jaksa menggunakan keterangan Irman saat diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan di KPK.
Dalam pemeriksaan tersebut Irman pernah mengakui adanya perjanjian kerja sama dengan pemilik CV Semesta Berjaya Memi.
Padahal, menurut Maqdir, keterangan tersebut telah dicabut oleh Irman.
(Baca: Jaksa KPK: Irman Gusman Gunakan Kekuasaan untuk Melakukan Kejahatan)
"Orang tidak bisa dihukum dengan perkara di tempat lain dan keterangan itu sudah dicabut," kata Maqdir.
Selain itu, menurut Maqdir, pertimbangan dalam surat tuntutan jaksa menjelaskan bahwa seolah-olah telah terjadi transaksi antara Irman dan Memi terkait pemberian uang Rp 100 juta.
Padahal, menurut Maqdir, tidak ada bukti mengenai transaksi tersebut.
Menurut Maqdir, berdasarkan fakta di persidangan, pembicaraan soal uang Rp 100 juta hanya dibicarakan antara Memi dan suaminya, Xaveriandy Sutanto.
"Bahkan Pak Irman sendiri tidak pernah tahu mengenai itu. Bagaimana ini bisa disebut suap, karena suap itu harus ada pembicaraan antara pemberi dan penerima," kata Maqdir.
Irman Gusman dituntut pidana penjara selama 7 tahun. Irman juga dituntut membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan.
(Baca: Irman Gusman Dituntut 7 Tahun Penjara)
Irman dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp 100 juta dari Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan Memi. Irman diduga menggunakan pengaruhnya untuk mengatur pemberian kuota gula impor dari Perum Bulog kepada perusahaan milik Xaveriandy.