Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembahasan RUU Terorisme Diusulkan Terbuka untuk Publik

Kompas.com - 24/01/2017, 17:19 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan RUU Terorisme di DPR diusulkan untuk digelar secara terbuka. Usulan merupakan kesepakatan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.  

Direktur Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial), Al Araf mengatakan, keterbukaan guna memberikan ruang keterlibatan publik dalam mengawal dan mengawasi proses pembahasan RUU tersebut.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf G Undang-undang No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

(Baca: RUU Terorisme Akan Memperjelas Teknis Pelibatan TNI)

"Di dalam penjelasan pasal tersebut, yang dimaksud dengan 'asas keterbukaan' adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka," kata Al Araf, dalam konferensi pers di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2017).

Dengan demikian, lanjut Al Araf, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Menurut Al Araf, sejumlah pasal masih bermasalah. Semisal, mengenai aturan penebaran kebencian.

Jika tidak difikirkan secara komprehensif, justru menjadi ancaman baru bagi kebebasan berekspresi dan berpendapat.

"Negara memang perlu mengatur persoalan penebaran kebencian, namun pengaturan itu harus dibuat secara benar dan komprehensif dan tidak boleh dibuat dengan rumusan pasal yang 'karet' karena akan berdampak pada kebebasan berekspresi," kata dia.

Kemudian, tambah Al Araf, mengenai hukuman pencabutan kewarganegaraan yang dimuat dalam Pasal 12 A ayat 5 dan ayat 6 draft RUU terorisme selayaknya dihapuskan.

Al Araf menilai, pencabutan kewarganegaraan akan berdampak pada hilangnya status kewarganegaraan seseorang (statlesness) dan berimplikasi pada persoalan HAM.

"Sebaiknya pemerintah dan DPR cukup memberikan penghukuman dengan mencabut paspor dan tidak perlu mencabut kewarganegaraannya," kata dia.

Oleh karena itu, perlu ada keterbukaan agar publik juga dapat memberikan penilaian dan masukan terkait pembahasan RUU tersebut.

Hal itu guna menghindari terancamnya tatanan kehidupan berdemokrasi, penegakan hukum, dan HAM di Indonesia.

(Baca: Tiga Usulan ICJR Terkait Hak Korban dalam RUU Antiterorisme)

Adapun Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat, diantaranya yakni Imparsial, KontraS, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (eLSAM), LBH Pers, Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), Indonesia Corruption Watch ( ICW).

Selain itu, SETARA Institute, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH Jakarta, Indonesia Legal Roundtable (ILR), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID).

Kompas TV Garis Batas Politik Identitas- Satu Meja

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com