Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Dinilai Cukup Alasan Periksa Majelis Hakim Sidang La Nyalla

Kompas.com - 03/01/2017, 17:28 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial dinilai cukup beralasan untuk memeriksa kembali independensi hakim yang memimpin persidangan bagi terdakwa mantan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, La Nyalla Mattalitti.

Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sebelumnya memutuskan bahwa La Nyalla tidak terbukti bersalah.

"Kasus ini cukup kontroversial dan mendapat perhatian publik, sehingga pemeriksaan terhadap hal-hal yang dapat diduga memengaruhi hakim dalam memberikan putusan, beralasan untuk dilakukan," ujar peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting kepada Kompas.com, Selasa (3/1/2017).

Menurut Miko, jika ditemukan dugaan pelanggaran etik atau perilaku hakim, KY sudah seharusnya melakukan pengusutan lebih jauh dan mendalam.

Misalnya, apakah hakim dalam memeriksa dan memutus, benar-benar bertindak profesional dan independen. 

(Baca: Akui La Nyalla Keponakannya, Ketua MA Tegaskan Tak Intervensi Hakim)

Terlebih lagi, vonis bebas terhadap La Nyalla tidak diambil dengan suara bulat. Dua hakim menyatakan beda pendapat, dan meyakini bahwa La Nyalla wajib mempertanggungjawabkan perbuatannya yang telah merugikan keuangan negara.

Juru Bicara KY Farid Wajdi melalui keterangan tertulis beberapa waktu lalu menyatakan bahwa KY akan mengevaluasi proses hukum terhadap La Nyalla.

Alasannya, menurut Farid, kasus La Nyalla telah lebih dari satu kali melalui praperadilan hingga sampai pada sidang pokok perkara di pengadilan tingkat pertama dan divonis bebas.

Dalam hal ini, pemeriksaan terhadap etik dan perilaku hakim dalam konteks untuk menjaga martabat dan keluhuran hakim. Menurut Miko, pemeriksaan etik yang dilakukan KY bukan untuk mencari-cari kesalahan hakim, tetapi untuk menjaga martabat hakim.

"Bahkan, hakim yang bersangkutan bisa saja meminta diperiksa oleh KY apabila ada dugaan pelanggaran etik dan perilaku," kata Miko.

(Baca: Kajati Jatim Berharap Hakim Artidjo Tangani Kasus La Nyalla)

La Nyalla didakwa menyalahgunakan wewenang dalam penggunaan dana hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun 2011 hingga 2014.

Jaksa menilai La Nyalla telah terbukti melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.

Atas tindakannya itu, La Nyalla dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan oleh Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Selain itu, Jaksa juga menuntut La Nyalla membayar uang pengganti Rp 1,1 miliar atau pidana penjara 3 tahun dan 6 bulan.

Namun, suara terbanyak majelis hakim memutuskan untuk membebaskan La Nyalla karena dianggap tidak terbukti melakukan korupsi.

Kompas TV Tak Terbukti Salah, La Nyalla Mattalitti Divonis Bebas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Nasional
Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com