Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semakin "Enjoy" Menggunakan Pasal Karet, Semakin Terbuka untuk Dikriminalisasi

Kompas.com - 31/12/2016, 16:25 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah pemerintah menertibkan konten di media sosial dinilai semakin membuat masyarakat yang kritis terhadap pemerintah rentan mengalami kriminalisasi.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Afifuddin, mengapresiasi langkah pemerintah yang berniat melakukan penindakan terhadap pemilik akun media sosial penyebar kebencian, fitnah dan provokasi. Namun Afifuddin mengingatkan bahwa pada praktiknya, bisa jadi langkah ini juga akan menyasar kepada pihak yang kritis terhadap pemerintah.

"Karena itu pasal karet kan. Semakin enjoy kita menggunakan pasal karet, semakin terbuka kita untuk dikriminalisasi. Karet dan debatable, susah mencari titik temunya," kata Afifuddin di Jakarta, Sabtu (31/12/2016).

Menurut Afifuddin, pemerintah, termasuk pihak kepolisian, harus benar-benar jelas dalam membatasi mana ujaran kebencian dan mana yang hanya sekedar kritik tajam. Sebab, ia mengakui kedua hal ini terkadang berbeda tipis.

"Kalau pun ada tindakan jangan semua pihak dianggap dikit-dikit makar dan seterusnya," ucapnya.

Afifuddin menambahkan, harusnya sebelum memutuskan untuk melakukan penindakan terhadap penyebar kebencian di media sosial, harusnya pemerintah secara gencar mendidik masyarakat mengenai literasi media.

Dengan begitu, masyarakat juga bisa teredukasi dan lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial.

"Kalau literasi tidak dilakukan, langsung tindak saja ini juga tidak seratus persen benar. Karena masyarakat tidak semuanya well educated. Dia tidak tahu apa yang dilakukan melanggar aturan," ucap Afifuddin.

Seperti diberitakan, Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas mengenai antisipasi perkembangan media sosial di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (29/12/2016).

Presiden meminta ada penegakan hukum yang keras dan tegas terhadap pemilik akun media sosial yang kerap menyebarkan ujaran kebencian, provokasi dan fitnah. Presiden juga meminta ada evaluasi terhadap media online yang sengaja memproduksi berita bohong tanpa sumber yang jelas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com