Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Belum Punya Resolusi Pasca-konflik yang Bisa Cegah Aksi Terorisme

Kompas.com - 16/12/2016, 20:41 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri menilai, pemerintah tidak memiliki konsep resolusi pasca-konflik yang bisa mencegah aksi terorisme muncul kembali.

Pada tahap resolusi pasca-konflik yang diiniasi oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), seharusnya pemerintah menjalankan mekanisme Disarmament, Demobilization, and Reintegration (DDR) atau pelucutan senjata, demobilisasi pasukan, dan reintegrasi.

Mekanisme DDR tidak diatur dalam revisi Undang-Undang No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Setelah konflik itu tidak ada solusi. Setelah penumpasan kelompok teroris, tidak ada lagi yang dilakukan pemerintah. Kekerasan terus terpelihara karena tidak ada konsep DDR," ujar Puri saat ditemui di Kantor Kontras, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (16/12/2016).

Puri mencontohkan, penanganan yang dilakukan aparat keamanan dalam memberantas kelompok teroris Santoso di Poso, Sulawesi Tengah.

Ssetelah aparat berhasil menembak mati Santoso, pemerintah belum bisa memberikan jaminan keadilan ekonomi bagi masyarakat.

Dia berpendapat aksi teror kelompok Santoso sebenarnya lahir karena Pemerintah tidak bisa menjawab persoalan ketidakadilan ekonomi.

Menurut Puri, Santoso bukan seorang yang memiliki paham radikal keagamaan melainkan seorang pedagang pasar yang tidak mampu bertahan karena krisis ekonomi.

Lemahnya kondisi ekonomi masyarakat Poso dinilai Puri tidak berubah setelah Santoso ditembak mati.

"Setelah kematian Santoso, pemerintah tidak bisa menciptakan keamanan insani terhadap masyarakat jaminan keamanan bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Nyatanya tidak ada proses pelucutan senjata, mobilisasi sisa kelompok Santoso dan upaya mereintegrasi mereka dengan masyarakat," kata Puri.

Pada kesempatan yang sama, staf Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik, Arif Nur Fikri menilai, upaya pemberantasan terorisme masih mengacu pada aspek penindakan. 

Sementara, aspek pencegahan tidak begitu diperhatikan pemerintah.

Arif menuturkan, dalam kasus Santoso, kesuksesan operasi seharusnya tidak dilihat hanya dari keberhasilan aparat menembak mati Santoso.

Pemerintah juga harus memerhatikan dampak psikologi sosial di masyarakat saat operasi maupun pasca operasi pemberantasan. Parameternya, kondisi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

"Proses penindakan memang penting, tapi pencegahan lebih penting. Karena jika masuk dalam proses penindakan itu risikonya lebih besar. Akhirnya teror ini hanya menjadi sekedar proyek negara. Tidak ada mekanisme peace building yang baik karena semangatnya hanya soal penindakan bukan pencegahan. Dampak di masyarakat tidak diperhatikan," kata dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

Nasional
Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Nasional
DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

Nasional
Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Nasional
Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Nasional
Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Nasional
LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus 'Justice Collaborator'

LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus "Justice Collaborator"

Nasional
Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Nasional
Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Nasional
Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Nasional
Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Nasional
Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nasional
TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

Nasional
Ketua KPK Mengaku Tak Tahu-menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

Ketua KPK Mengaku Tak Tahu-menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com