JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu, Lukman Edy, mengatakan adanya hak pilih TNI dalam pemilu merupakan kemajuan bagi demokrasi di Indonesia.
Hal itu disampaikan Lukman menanggapi jawaban Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat menjawab pertanyaan Pimpinan Pansus RUU Pemilu terkait hak pilih TNI.
"Itu sebuah kemajuan bagi Indonesia, itu bagian dari konsolidasi demokrasi yang progresif," kata Lukman, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/12/2016).
Politisi PKB itu menyebutkan, hampir di semua negara maju, tentara nasionalnya memiliki hak pilih dalam pemilu.
Apalagi, menurut Lukman, TNI telah menunjukkan netralitasnya selama menjalankan tugas penting.
Hal itu terlihat saat TNI bertugas saat mengamankan aksi 2 Desember 2016.
"TNI berwibawa ketika menangani aksi 2 Desember. Kelihatan dewasa sekali, kalau sudah seperti itu kenapa tak bergerak lebih maju. Ketika TNI begitu netral, hak pilih tak masalah diberikan sebagai apresiasi kepada TNI yang sudah siap netral," papar Lukman.
"Masak kita dianggap negara terbelakang dan tidak siap atas keberpihakan TNI dan Polri yang tidak netral. Kan tidak bisa selamanya begitu. Spirit kita ingin berikan pengalaman dan pengajaran untuk demokrasi yang semakin baik," lanjut Lukman.
(Baca: Ditanya soal Hak Pilih TNI, Ini Jawaban Panglima)
Rapat Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu mendadak hening. Saat itu, Wakil Ketua Pansus Ahmad Riza Patria menanyakan ihwal hak pilih TNI kepada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Gatot pun menjawab hal tersebut tentu bergantung pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusan MK Nomor 22/PUU-XII/2014, dinyatakan TNI dan Polri tidak memiliki hak pilih pada Pemilu 2014.
Ia menambahkan, pada Pemilu 2019, berdasarkan putusan MK tersebut, TNI sebaiknya masih tidak memiliki hak memilih dalam pemilu.
"Ini kan 2019 pertama kalinya kita Pemilu serentak. Dan semua Pemilu serentak akan dimulai pada tahun 2024. Nah, nanti dilihat tahun 2024 itu evaluasinya seperti apa. Boleh punya hak pilih atau tidaknya ya tergantung evaluasi pengadaan Pemilu serentak nanti," kata Gatot saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/12/2016).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.