Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu Konsultasi Banyak Pihak untuk Hasilkan UU Pemilu yang Tak Rentan Digugat ke MK

Kompas.com - 19/11/2016, 17:33 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan, merancang undang-undang yang bisa mengakomodir semua pihak memang sulit.

Menurut dia, diperlukan komunikasi dengan berbagai pihak untuk mencapai hal itu. Pendapat ini menanggapi masih banyaknya pasal di draf Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu) yang dinilai rentan digugat ke mahkamah konstitusi (MK).

"Untuk menghasilkan satu rumusan yang tidak rentan di judicial review, perlu adanya konsultasi publik yang cukup memadai. Tanpa itu akan menimbulkan kontroversi," ujar Siti saat dikonfirmasi, Sabtu (19/11/2016).

Ia mencontohkan mengenai penguatan partai melalui aturan sistem terbuka terbatas terkait pemilihan calon anggota legislatif. Menurutnya, sistem tersebut akan menimbulkan polemik baru jika ditetapkan.

Sebab, kader-kader yang ingin menjadi anggota legislatif harus dekat dengan pembuat keputusan di internal partai agar bisa menempati posisi teratas di dalam urutan pemilihan calon legislatif.

"Bagaimana nasibnya kader-kader. Pasti kader-kader mulai bimbang karena harus dekat dengan para pemutus, pemegang peran penting di partai itu, karena tidak tertutup kemungkinan DPP makin luar biasa powerfullnya," kata dia.

Menurut dia, agar pasal tersebut tidak mudah digugat lantaran menimbulkan kontroversi, maka diperlukan pasal lain yang menjamin hak-hak para kader calon anggota legislatif.

"Nah ini harus diikuti pasal yang juga memberikan otonomi pada kader-kader itu, bukan intervensi maksudnya, tapi itu harus ada jaminan. Demokrasi itu kan harus ada keterukuran bukan ketidakpastian," kata dia.

Maka dari itu, lanjut Siti, memang diperlukan komunikasi yang cukup dan merangkul banyak pihak untuk membuat aturan yang seiring dengan sistem presidensial ini.

"Memang yang dibutuhkan itu konsultasi publik yang cukup. Di sosialisasikan, diajak bicara," kata dia.

Lembaga Penelitian Konstitusi dan Demokrasi (KODE) Inisiatif menemukan adanya 23 pasal krusial dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu yang berpotensi melanggar konstitusi atau putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua KODE Inisiatif Veri Junaidi mengungkapkan, 23 pasal krusial ini dikelompokan dalam sembilan kualifikasi.

Kualifikasi itu adalah Penyelenggara; Syarat calon; Sistem pemilu; Keterwakilan perempuan; Syarat parpol dalam pengajuan calon presiden atau wakil presiden.

Selain itu adalah Larangan kampanye pada masa tenang; Ketentuan sanksi kampanye; Waktu pemilu susulan atau lanjutan; dan Putusan DKPP terkait etika penyelenggaraan pemilu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com