JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Muda Untuk Munir (Amuk Munir) menyayangkan sikap pemerintah yang mengaku tidak mengetahui keberadaan dokumen laporan tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib.
Salah seorang anggota aliansi Muhammad Gurium dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mengatakan bahwa sikap Pemerintah tersebut merupakan upaya agar rakyat untuk melupakan kasus pembunuhan Munir.
"Saya melihat ada upaya negara untuk melupakan kasus pembunuhan Munir," ujar Gurium saat konferensi pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Menteng, jakarta Pusat, Selasa (25/10/2016).
(Baca: Mahasiswa Desak Jokowi Ungkap Dokumen TPF dan Dalang Pembunuhan Munir)
Menurut Gurium, polemik panjang atas keberadaan dokumen TPF mengindikasikan adanya keterlibatan negara atau orang-orang yang dekat dengan pemerintah.
Oleh sebab itu, langkah Presiden Joko Widodo seakan tidak tegas menindaklanjuti putusan Komisi Informasi Publik Nomor 025/IV/KIP-PS-A/2016 pada 10 Oktober 2016.
Dalam putusan itu, KIP menyatakan dokumen TPF kasus Munir adalah informasi yang harus diumumkan kepada masyarakat.
"Menurut saya ada indikasi keterlibatan negara dalam kasus pembunuhan Munir maka Pemerintah terkesan tidak mau mengungkap dokumen TPF," kata Gurium.
(Baca: Cerita SBY Telusuri Dokumen TPF Pembunuhan Munir...)
Amuk Munir merupakan aliansi organisasi kemahasiswaan dari sejumlah universitas di Jakarta, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Front Aksi Mahasiswa Semanggi Atma Jaya Jakarta, Bakornas LKBHMI, BEM FH UI, Suara Mahasiswa FH UKI dan Universitas Bung Karno.
Dalam konferensi persnya di kantor LBH Jakarta, mereka mendesak Presiden Jokowi segera mengumumkan hasil penyelidikan tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Presiden tentang pembentukan TPF kasus pembunuhan Munir dan putusan Komisi Informasi Publik Nomor 025/IV/KIP-PS-A/2016 pada 10 Oktober 2016.