Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggusuran Bukan Ancaman Keamanan Serius, Keterlibatan Tentara Dinilai Berlebihan

Kompas.com - 03/10/2016, 14:04 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keterlibatan tentara dalam penggusuran seperti yang terjadi di wilayah DKI Jakarta dinilai berlebihan.

Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf mengatakan, tugas tentara dalam operasi militer selain perang (OMSP) hanya dilakukan ketika ada ancaman tingkat tinggi dengan dasar urusan negara.

Dalam kasus penggusuran, lanjut Al Araf, tidak ada ancaman serius dari dampak penggusuran yang terjadi. Sehingga, tentara dinilai tidak perlu terlibat membantu operasi penggusuran.

"Memang polisi dan sipil tidak bisa mengatasi penggusuran? Apakah itu ada high density threat? Ini keliru," ujar Al Araf dalam Diskusi Publik "Problematika Operasi Militer Selain Perang" di Gedung YLBHI, Jakarta, Senin (3/10/2016).

Menurut Al Araf, keterlibatan tentara dalam operasi penggusuran tidak sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) TNI. Sebab, tupoksi TNI menyatakan bahwa tentara merupakan komponen utama dalam sistem pertahanan negara.

Sedangkan operasi yang melibatkan TNI dalam penggusuran dilakukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum. Dalam hal ini, kata Al Araf, seharusnya yang digunakan hanyalah Satuan Polisi Pamong Praja.

"Lagipula masih ada Satpol PP juga. Pelibatan militer dalam penggusuran itu keliru," tutur Al Araf.

Selain itu, keterlibatan tentara dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, khususnya Pasal 17.

Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa kewenangan dan tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden. Selain itu, Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Seharusnya, jika memang ingin melibatkan TNI dalam penggusuran karena dianggap memiliki tingkat ancaman yang tinggi, pemerintah daerah seharusnya meminta keputusan Presiden RI, Joko Widodo.

"Kalaupun memang polisi dan sipil tidak bisa mengatasi, bisa bilang ke Presiden minta putusan," ucap Al Araf.

Al Araf menilai, pelibatan TNI dalam kasus seperti ini dapat menggerus profesionalisme dan fungsi tentara.

"Karena potensi ini menimbulkan neglesi (pembiaran) negatif terhadap profesionalisme militer. Abuse of power-nya menjadi tinggi," kata Al Araf.

Selain itu, ia juga menakutkan adanya potensi intervensi militer dalam ranah masyarakat sipil.

"Ini juga berbahaya. Bisa saja nanti berlanjut ke fase politik," ucap Araf.

Kompas TV 80 Keluarga Bukit Duri Masih Bertahan di Permukiman
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

Nasional
Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Nasional
DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

Nasional
Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Nasional
Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Nasional
Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Nasional
LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus 'Justice Collaborator'

LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus "Justice Collaborator"

Nasional
Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Nasional
Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Nasional
Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Nasional
Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Nasional
Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nasional
TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

Nasional
Ketua KPK Mengaku Tak Tahu-menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

Ketua KPK Mengaku Tak Tahu-menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com