JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua International Migrants Alliance (IMA) Eni Lestari mengatakan, kehadirannya dalam pertemuan KTT Pengungsi dan Migran di Forum Sidang PBB di New York, bukan merupakan sebuah keajaiban.
"Saya ingin menanggapi sorotan media yang melihat saya bicara di forum PBB seakan sebagai keajaiban," ujar Eni, dalam Dialog Publik Menakar Hasil KTT 71 dan Menguatkan Keadilan dan Perlindungan Sejati bagi BMI di Kantor PGI, Jakarta, Rabu (28/9/2016).
Menurut Eni, kehadirannya sebagai pembicara di forum tersebut bukan berdasarkan keberuntungan semata.
"Saya bicara di PBB bukan keberuntungan semata, tapi perjuangan panjang migran menuntut pengakuan hak," kata Eni.
Eni, yang telah 15 tahun menjadi aktivis ini, mengatakan, perjuangannya membela hak-hak migran dibantu oleh banyak pihak, terutama rekan sesama migran di dunia internasional.
Atas dasar itu, PBB pun merekomendasikan IMA mendaftarkan diri membicarakan soal migran dan migrasi.
"Jadi masuknya saya ke PBB merupakan perjuangan kolektif banyak pihak," tambah Eni.
Pada Rabu (21/9/2016), aktivis pekerja migran Indonesia diundang berpidato dalam pertemuan KTT Pengungsi dan Migran di forum Sidang MU PBB di New York.
Perempuan asal Kediri, Jawa Timur, ini dipilih berpidato setelah melalui seleksi yang ketat.
Dari 400 orang yang mengajukan diri, ia terpilih bersama delapan orang lainnya.
Kesempatan ini, bukan yang pertama kali bagi Eni berbicara di forum PBB. Namun, ini kali pertama di tingkat sidang umum.
Ia berharap kehadirannya di sidang umum PBB tahun ini bisa membuka mata masyarakat dan mempertanyakan sistem di Indonesia yang menyebabkan perempuan-perempuan Indonesia tidak punya masa depan di negerinya sendiri.
“Kami tampil di summit ini karena putus asa, karena bicara dengan pemerintah di level nasional, baik pemerintah negara asal maupun pemerintah negara tujuan. Belum tentu mereka mau mendengar,” ujar dia.
Sebagai ketua International Migrants Alliance, Eni akan menindaklanjuti rencana PBB terkait rancangan sejumlah kesepakatan internasional terkait nasib migran.
Ia juga mendesak Pemerintah RI untuk memperlakukan buruh migran selayaknya manusia, bukan hanya data atau angka, apalagi hanya sebagai sumber devisa.
Menurut catatan Departemen Ketenagakerjaan RI, saat ini ada enam juta lebih TKI di seluruh dunia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.