Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Golkar Masih Kaji Usulan Pemerintah soal Penggunaan Hasil Pemilu 2014 sebagai Syarat Usung Capres

Kompas.com - 28/09/2016, 08:50 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar Hetifah Sjaifudian mengatakan, fraksinya masih mengkaji usulan agar hasil Pemiu Legislatif 2014 dijadikan syarat untuk mengusung calon presiden pada Pilpres 2019.

Ia menilai, usulan yang disampaikan pemerintah dalam draf revisi Undang-Undang Pemilu itu bisa menjadi salah satu alternatif solusi dari dampak putusan Mahkamah Konstitusi.

MK memutuskan, mulai 2019, Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden digelar secara serentak.

Dengan penyelenggaraan yang bersamaan, maka hasil pemilu legislatif tidak bisa lagi dijadikan dasar persyaratan bagi parpol untuk mengusung pasangan capres dan cawapres.

"Kan kalau pemilu serentak sudah keputusan MK, jadi enggak bisa lagi dipertanyakan. Makanya pemerintah memberi solusi dengan menggunakan hasil pileg sebelumnya," kata Hetifah, di Jakarta, Selasa (27/9/2016).

(Baca: Ini Aturan dalam RUU Pemilu yang Jegal Partai Baru Usung Capres)

Ia menilai, solusi dari pemerintah ini bukan tanpa cela. Sebab, kekuatan parpol di pemilu 2014 lalu bisa saja jauh berbeda pada 2019 mendatang.

Aturan ini juga menutup kesempatan partai yang baru lolos verifikasi untuk ikut mengusung capres.

Hetifah mengatakan, ada satu alternatif solusi lain yang bisa diambil, yakni menghilangkan sepenuhnya penggunaan hasil pileg sebagai syarat untuk mengusung pilpres.

Tak perlu lagi ada ketentuan bahwa parpol atau gabungan parpol harus mendapatkan sejumlah suara di pileg untuk mengusung capres.

Namun, aturan ini juga bukan tanpa cela. Sebab, dengan ketentuan ini, maka setiap parpol bisa mengajukan capresnya masing-masing.

Saat ini saja, ada sepuluh partai yang berada di parlemen, belum ditambah kemungkinan munculnya partai baru.

"Kalau jumlah calon presiden terlalu banyak bagaimana? Kalau semua ingin ada capres sendiri, pasti secara teknis sulit dan masyarakat bingung. Harus ada mekanisme menyederhanakan," kata dia.

Hetifah berharap bisa muncul solusi yang tepat saat Komisi II DPR membahas RUU Pemilu bersama pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com