Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakapolri Bantah Polisi Diskriminatif Tangani Kasus Kebakaran Hutan

Kompas.com - 13/09/2016, 15:06 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Kepala Kepolisian RI (Wakapolri) Komisaris Jenderal Syafruddin membantah kepolisian diskriminatif melakukan penegakan hukum atas kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Sumatera dan Kalimantan.

Penilaian itu muncul karena kepolisian dianggap tidak bertindak tegas terhadap pelaku kebakaran hutan dan lahan yang melibatkan perusahaan tertentu.

"Tidak ada seperti itu (sikap diskriminatif), kan terbuka waktu itu (proses hukumnya)," kata Syafruddin, saat ditemui usai rapat tertutup di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2016).

Ia juga mengatakan, terkait penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) tidak berkaitan dengan adanya foto pertemuan sejumlah anggota kepolisian dengan pimpinan PT. Andika Permata Sawit Lestari (APSL).

(Baca: Komnas HAM: Upaya Penanganan Kebakaran Hutan oleh Pemerintah Masih Besifat Sporadis)

Menurut Syafruddin, hasil investigasi Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, pengusaha dalam foto tersebut tidak terlibat dalam kasus kebakaran hutan.

"Tidak ada kaitannya antara SP3 dengan foto yang beredar. Karena pengusaha dalam foto itu, menurut investigasi dari propam, tidak terlibat dalam pembakaran hutan. Jadi terpisah, SP3 tetap berlaku," kata dia.

Dianggap diskriminatif

Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyesalkan bahwa penegakan hukum terkait kasus pembakaran hutan yang cenderung diskriminatif.

Komisioner Komnas HAM Siti Noor Laila mengatakan kondisi tersebut dinilai telah mengabaikan hak atas keadilan.

Menurut dia, publik tidak diberikan hak untuk tahu dan transparansi pihak kepolisian dalam menindak para pelaku pembakaran hutan yang sebenarnya.

"Penegakan hukum masih diskriminatif. Banyak masyarakat lokal yang menjadi tersangka, padahal mereka hanya pelaku di lapangan," ujar Siti saat memberikan keterangan pers di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (8/9/2016).

Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan, Komnas HAM memperoleh fakta tindakan tegas hanya diberikan oleh aparat penegak hukum kepada masyarakat lokal.

Padahal, kata Siti, ada kemungkinan masyarakat yang melakukan pembakaran hutan itu disuruh oleh pihak perusahaan yang memegang hak konsesi pengelolaan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit.

Kemungkinan lain, orang yang dijadikan tersangka oleh aparat merupakan masyarakat lokal yang ingin membuka lahan pertanian tanaman lokal untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.

"Petani banyak yang menjadi tersangka. Padahal masyarakat punya hak untuk membuka lahan dengan aturan yang ketat, misal menggunakan sekat bakar supaya tidak melebar. Mereka yang buka ladang biasanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya," kata dia.

Selain itu, tindakan tegas terhadap pihak perusahaan yang terlibat pembakaran hutan sudah pernah diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo.

Presiden Jokowi sebelumnya telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 11 Tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

Dalam Inpres tersebut secara tegas Presiden memerintahkan kepada seluruh Kepala Daerah dan aparat penegak hukum untuk memberikan sanksi tegas terhadap pelaku usaha pertanian yang tidak melaksanakan pengendalian kebakaran lahan yang menjadi tanggung jawabnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com