JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APTHN-HAN), Bivitri Susanti, meminta Presiden Joko Widodo mengkaji dan menetapkan ulang kebijakan yang telah dibuat mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar.
Hal itu perlu dilakukan untuk menghindari timbulnya konflik hukum baru di kemudian hari.
"Sebaiknya diperbarui dan ditetapkan kembali untuk disesuaikan dengan hukum dan dasar kewenangan yang berlaku secara sah," kata Bivitri saat menyampaikan keterangan di Kantor MMD Initiative, Jakarta, Senin (22/8/2016).
Keputusan itu, kata dia, terutama apabila menyangkut tindakan hukum yang sifatnya sepihak, seperti promosi orang atau mengangkat pembantu di kementerian.
Kebijakan itu perlu dievaluasi terutama untuk mengetahui motif di balik pengangkatan tersebut. Jika tidak ada persoalan, maka kebijakan yang telah dibuat dapat dilanjutkan.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PP APTHN-HAN Himawan Estu Bagijo mengatakan, untuk kebijakan yang sifatnya hukum publik seperti perizinan, dapat tetap berlaku sepanjang tidak ada permasalahan yang ditemukan di dalam pengambilan kebijakan.
"Tapi jika dimohon, apabila semua prosedur sudah benar secara hukum (dapat dilanjutkan). Dalam hal kemudian ditemukan (kesalahan) harus dibatalkan," ujarnya.
Arcandra dicopot Presiden Joko Widodo setelah menjabat sebagai Menteri ESDM selama 20 hari.
(Baca: Hanya 20 Hari, Arcandra Tahar Tercatat sebagai Menteri Paling Singkat Menjabat)
Pencopotan itu dilakukan menyusul langkah Arcandra mengantongi paspor ganda, Indonesia dan Amerika Serikat.
(Baca juga: Revisi UU Migas hingga Izin Ekspor Freeport, Ini Perjalanan Arcandra dalam 20 Hari)