Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Perempuan: Pemerintah Terbitkan 421 Kebijakan Diskriminatif sejak 2009

Kompas.com - 18/08/2016, 19:34 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelanggaran terhadap hak-hak konstitusional masih kerap terjadi di Indonesia. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, dianggap salah satu pelaku pelanggaran itu.

Pelanggaran itu tampak dari aturan diskriminatif yang diterbitkan pemerintah. 

Berdasarkan data Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) selama kurun waktu tujuh tahun atau sejak 2009 hingga Agustus 2016, pemerintah menerbitkan 421 aturan yang dianggap diskriminatif.

Adapun 33 kebijakan diskriminatif diterbitkan dalam satu tahun terakhir.

Kebijakan-kebijakan itu dianggap diskriminatif lantaran memiliki aturan kriminalisasi, mengandung moralitas dan agama, dan pengaturan terhadap kontrol tubuh.

Ketua Komnas Perempuan Azriana menjelaskan bahwa kriminalisasi disebabkan pengaturan terkait ketertiban umum yang tidak memiliki batasan yang jelas mengenai ruang lingkupnya.

"Melalui kebijakan ini pemerintah daerah bisa mengkriminalisasikan tindakan yang seharusnya dijamin oleh konstitusi, misalnya hak berkumpul dianggap tindakan asusila," ujar Azriana di gedung Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/8/2016).

Azriana juga menyebutkan, pemerintah daerah masih gemar mengeluarkan kebijakan yang mengutamakan simbolisasi agama. Sehingga, ada kebijakan yang secara langsung membatasi dan mengabaikan pemenuhan hak-hak konstitusional warga.

"Kebijakan yang mendiskriminasi dengan aturan moralitas dan agama ini, misalnya membatasi hak kelompok waria untuk bekerja, pekerja seni mencari nafkah, bahkan mempidanakan orang yang ingin pindah agama," tutur Azriana.

Adapun masalah pengaturan kontrol tubuh, Azriana menyebutkan bahwa kebijakan diskriminatif ini disebabkan adanya kebijakan yang mengatur bagaimana seharusnya seseorang berpakaian.

"Kalau bicara gender, tidak selalu berarti mayoritas secara jumlah, tapi karena perempuan dikonstruksikan warga masyarakat kelas dua oleh sistem budaya patriarki. Akhirnya aturan terhadap perempuan cukup banyak dilakukan yang mengatur cara berpakaian," lanjutnya.

Catatan Komnas Perempuan, dari 33 kebijakan diskriminatif tersebut, terdapat 18 kebijakan yang mengatur kriminalisasi, 12 kebijakan mengenai moralitas dan agama, serta tiga kebijakan yang mengatur kontrol tubuh.

Kebijakan ini, lanjut Azriana, tersebar di 17 kabupaten, tujuh kota, delapan provinsi, dan satu di tingkat nasional.

"Enam belas kebijakan atau 53 persennya berbentuk peraturan daerah," tandasnya.

Menurut Azriana, hak konstitusional tiap warga negara menjadi tanggung jawab penyelenggara negara. Pemerintah harus memastikan hak konstitusional warga bisa dipenuhi dan dilindungi.

Proses melindungi hak inilah yang dianggap belum maksimal dijalankan penyelenggara negara. "Dari presiden sampai kepala kampung, penyelenggara negara kita saat ini justru melindungi hak konstitusional warga negara yang mayoritas dan mengabaikan hak minoritas. Artinya, perlindungan hak hanya diberikan kepada mayoritas, agama atau suku," tuturnya.

Pemerintah, lanjut Azriana, harus punya cara yang cukup kondusif untuk memastikan semua warga negara apapun latar belakangnya bisa terpenuhi dan terlindungi hak konstitusionalnya.

"Negara harus bisa memastikan tidak ada pemaksaan untuk meyakini sebuah kepercayaan dan keyakinan tertentu serta meninggalkan hak dasarnya hanya karena takut atau merasa terancam," ujarnya.

Kompas TV Ketum PSI: Diskriminas Gender Menjadi Pemicu Kejahatan Seksual-Satu Meja
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut, Meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut, Meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Nasional
MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

Nasional
Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Nasional
Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

Nasional
Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Nasional
Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Nasional
Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Nasional
Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com