Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Brexit", Vaksin Palsu, dan Swakritik

Kompas.com - 18/07/2016, 10:11 WIB

Dua pekan terakhir, diskursus di ruang publik diwarnai dua insiden, yakni kemacetan parah di Gerbang Tol Brebes Timur yang diplesetkan dengan "Brexit" dan vaksin palsu. Pemerintah menanggapi isu itu.

Namun, alih-alih menenangkan, kemarahan kelas menengah "kritis" justru semakin menjadi. Ditengarai ada yang kurang pas dengan cara pemerintah merespons.

Media massa, baik surat kabar, televisi, maupun situs berita daring, membicarakan dua isu itu. Pengguna internet atau netizen juga sibuk membicarakan "Brexit" dan vaksin palsu di media sosial.

Dua persoalan itu sangat mudah menarik perhatian masyarakat yang melek informasi, terutama kelas menengah kritis.

Isu kemacetan lalu lintas saat arus mudik Idul Fitri lalu dan vaksin palsu dekat dengan realitas kehidupan mereka.

Mereka bisa dengan mudah mengasosiasikan diri dengan "korban" karena mereka memang bisa saja jadi korban. Dengan begitu, dua urusan itu sudah jadi persoalan "personal".

Brexit menunjukkan "horor" kemacetan lalu lintas di Gerbang Tol Brebes Timur yang berkilo-kilometer panjangnya. Tambahan pula, muncul informasi seputar pemudik yang meninggal di tengah kemacetan itu.

Korelasinya boleh jadi tidak langsung; seseorang meninggal karena terjebak kemacetan. Namun, bukan tidak mungkin pula kemacetan yang panjang dan melelahkan itu memberi sumbangsih, memperparah kondisi fisik pemudik hingga ada yang meninggal.

Dalam persoalan ini netizen menyalahkan pemerintah. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menjadi salah satu figur yang "diserang".

Tanggapan Jonan terhadap komentar netizen atas kemacetan di Brexit tak membantu menyelesaikan persoalan.

Pemilik akun Twitter @willdjaja pada 6 Juli mencuit, "Jonan ini ngeles nya gak enak banget soal Brexit, mental nya korporat sih. Biasa buang badan."

Namun, ada pula komentar yang meminta netizen adil menilai kinerja Jonan.

Pemilik akun @Darmaningtyas pada 11 Juli mencuit, "Menhub Ign Jonan seakan jd tertuduh tunggal atas petaka mudik di Brexit, Kenapa pengelola jln tol mlh tdk dipersalahkan sama sekali ya?"

Minta maaf

Belakangan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengambil inisiatif menyampaikan permohonan maaf pemerintah atas kemacetan parah itu.

Sebagian netizen mengapresiasinya, tetapi ada pula netizen yang kembali mempertanyakan kenapa Menteri Dalam Negeri yang meminta maaf.

Mengapa bukan dari mereka yang bertanggung jawab langsung terhadap kelancaran arus mudik atau yang memutuskan penggunaan ruas Tol Pejagan-Brebes Timur?

"Pastilah tidak pernah ada orang yang meninggal karena macet. Namun, bukan itu esensi komunikasinya. Selayaknya ada permintaan maaf dan menjanjikan perbaikan," kata pakar komunikasi politik Effendi Gazali, Sabtu (16/7).

Effendi Gazali juga menilai respons pemerintah terkait peredaran vaksin palsu yang meresahkan masyarakat kurang menenangkan dan cenderung terlambat.

Persoalan vaksin palsu diungkap Juni lalu oleh Mabes Polri. Mereka menangkap pembuat vaksin palsu yang mendistribusikan barang itu ke Tangerang, Bekasi, dan Jakarta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Nasional
Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Nasional
Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

Nasional
Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

Nasional
Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com