Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KSPI Anggap Operasi Militer ke Basis Abu Sayyaf Memungkinkan

Kompas.com - 13/07/2016, 17:40 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama organisasi serikat buruh lainnya menuntut pemerintah menggelar operasi militer guna membebaskan warga negara Indonesia yang disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan pemerintah yang warga negaranya mengalami tindakan kriminal seperti penyanderaan, bisa mengambil jalan operasi militer. Tapi tetap harus mendapat izin dari pemerintah tujuan operasi militer. 

Menurut Said, dalam konteks penyanderaan yang dilakukan Abu Sayyaf, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Filipina dan Malaysia untuk berpatroli bersama. Namun, kerja sama tersebut belum sampai pada tahap perjanjian tertulis.

(Baca: Jokowi Perintahkan Pembebasan Sandera Tak Pakai Uang Tebusan)

"Walau izin dari pemerintah Filipina belum masuk, karena ada kerjasama dan komitmen itu dibenarkan pintu masuk untuk melakukan operasi militer. Dalam keadaan force majeure (kejadian diluar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan), dimana kejadian perbuatan melawan hukum seperti penyanderaan yang berulang-ulang maka dia bisa dilakukan untuk melakukan operasi militer," kata Said di kantor LBH Jakarta, Rabu (13/7/2016).

Said mengatakan operasi militer pernah terjadi saat pembebasan warga negara indonesia yang disandera di Etiopia dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto.

"Itu sudah dilakukan waktu penyanderaan di Etiopia. ABK WNI disandera di Etiopia, pada waktu itu pemerintah Indonesia operasi militer pada zaman Soeharto. Tidak hanya force majeure, dia bekerja sama dan meminta izin pemerintah Etiopia," ucap Said.

Menurut Said, kedaulatan negara tidak hanya sebatas pada teritorial tapi juga termasuk penduduk. Artinya, bila penduduk diancam di negara lain, pemerintah Indonesia harus bertindak.

"Apakah kita menunggu seperti warga negara Kanada yang dipancung. Apakah pemerintah, panglima TNI, Menlu mau bertanggung jawab terdapat ABK yang dipancung. Ini pertanyaan yang harus dijawab karena kedaulatan di atas segalanya. ABK Tiongkok saja mencuri ikan, kita diserbu oleh angkatan laut Tiongkok sampai masuk ke perairan laut Indonesia," ujar Said.

Said yang juga menjadi anggota Govening Bodi ILO, untuk periode 2015–2017 menyebutkan kini ada konvensi Maritime Labour Convention yang telah berlaku sejak 20 Agustus 2013.

Konvensi itu merupakan salah satu instrumen untuk memberikan perlindungan dan kemudahan bagi pelaut dalam menjalankan profesinya.

(Baca: Operasi Militer Pembebasan Sandera Jangan Dipublikasi)

Seperti diketahui, tiga WNI disandera kelompok Abu Sayyaf ketika melewati perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu Sabah, Negara Bagian Malaysia.

Mereka adalah ABK pukat tunda LD/114/5S milik Chia Tong Lim berbendera Malaysia.

Sebelum penyanderaan tiga WNI, tujuh anak buah kapal (ABK) WNI lebih dulu disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Sulu, Filipina Selatan.

Penyanderaan itu terjadi pada Senin (20/6/2016). Selain membajak kapal, penyandera meminta tebusan sebesar Rp 60 miliar.

Sebelumnya, 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016.

Kompas TV 3 WNI Diculik di Perairan Sabah Malaysia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com