JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan agar pembebasan 10 warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf tak menggunakan uang tebusan.
"Sikap tegas pemerintah sudah disampaikan Pak Luhut atas perintah Presiden untuk tidak melakukan bargain atau menebus. Itu sikap sejak awal," kata staf khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi Sapto Prabowo, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (12/7/2016).
(Baca: Mantan Negosiator Minta Masyarakat Tidak Desak Pemerintah Bebaskan Sandera)
Johan mengatakan, selain dengan pembayaran uang tebusan, masih banyak cara lain yang dapat dilakukan untuk membebaskan 10 WNI yang disandera. Opsi-opsi tersebut masih terus dikaji oleh pemerintah.
"Termasuk panglima TNI juga yang membuka opsi untuk bisa menyelamatkan secara langsung, turun tangan di sana," tambah Johan.
Sembari berupaya membebaskan WNI, pemerintah juga terus berusaha agar peristiwa seperti ini tak terulang di kemudian hari. Salah satunya adalah dengan membuat perjanjian patroli bersama di perairan yang dianggap rawan.
"Bagaimana tindak lanjut, semacam MoU dengan Malaysia, Filipina terkait dengan pengamanan perairan. Karena ini bukan sekali dua kali," ucap Johan.
(Baca: Menlu: Pemerintah RI Menentang Bayar Tebusan untuk Bebaskan Sandera)
Tiga WNI disandera kelompok Abu Sayyaf ketika melewati perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu Sabah, Negara Bagian Malaysia. Mereka adalah ABK pukat tunda LD/114/5S milik Chia Tong Lim berbendera Malaysia.
Sebelum penyanderaan tiga WNI, tujuh anak buah kapal (ABK) WNI lebih dulu disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Sulu, Filipina Selatan. Penyanderaan itu terjadi pada Senin (20/6/2016). Selain membajak kapal, penyandera meminta tebusan sebesar Rp 60 miliar.
Sebelumnya, 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016.
Selain itu, empat ABK kapal tunda Henry juga disandera kelompok yang sama. Keempatnya dibebaskan pada pertengahan Mei 2016.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.