Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: Waspada Kecenderungan Kembalinya Masa Otoriter Orde Baru

Kompas.com - 23/05/2016, 17:57 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Roichatul Aswidah mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati terhadap kecenderungan Indonesia kembali pada rezim otoriter seperti ketika Orde Baru.

Hal itu menyikapi pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan maraknya pembatasan kebebasan berekspresi di masyarakat.

"Kita bisa mencegah dan tidak kembali lagi," kata Roichatul usai diskusi di Menteng, Jakarta, Senin (23/5/2016).

(baca: Ini Daftar 41 Pelanggaran Kebebasan Berekspresi Januari 2015-Mei 2016)

Pasal 263 rancangan KUHP tertulis "setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak kategori IV."

Ruang lingkup penghinaan presiden diperluas lewat RUU KUHP Pasal 264. Isinya "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV."

Pada 2015, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pasal 134, 136, dan 137 KUHP tentang penghinaan terhadap Presiden tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

"Dengan munculnya pasal yang sudah dicabut oleh MK, artinya kecenderungan itu ada. Kita semua harus berhati-hati dan waspada kecenderungan kembalinya kita pada masa otoritarianesme," ujarnya.

(baca: 18 Tahun Reformasi, Kebebasan Berekspresi Dinilai Masih Dalam Ancaman)

Menurut Roichatul, penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden serta pembatasan kebebasan berekspresi seperti pembubaran diskusi buku, tidak diperkenankan dari sisi hak asasi manusia. 

Menurut dia, pemerintah harus melihat proporsi dan tingkat kebutuhan pasal tersebut.

"Jadi pembatasan harus ada proporsi dan kebutuhannya. Ada beberapa pasal yang kebutuhannya tidak ada, tapi tetap dimasukkan," ucap Roichatul.

Kompas TV Hati-Hati Pakai Atribut Palu Arit!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok Email Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok Email Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com