JAKARTA, KOMPAS.com - Kebebasan berekspresi mengalami perubahan positif dalam 18 tahun reforamasi. Namun, dalam situasi tertentu terjadi paradoks dan belum menunjukkan adanya perbaikan.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan bahwa sistem hukum di Indonesia melalui konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 sudah menjamin adanya kebebasan berekspresi.
Namun di sisi lain, ada peraturan yang mewarisi kebijakan represif.
"Dalam situasi tertentu kebebasan ekspresi masih belum membaik," ujar Supriyadi dalam diskusi “Quo Vadis 18 Tahun Reformasi” di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Jumat (20/5/2016).
Menurut catatan ICJR, setidaknya ada 40 kasus kriminalisasi terhadap ekspresi yang sah di dunia maya (internet) pada 2015.
Sementara menurut laporan Amnesty International tahun 2015, kata Supriyadi, paling tidak ada 85 orang yang telah dilaporkan ke polisi terkait penyampaian pendapat dan kebebasan berekspresi di internet.
Selain itu, belakangan ini terdapat banyak praktik pelarangan buku, diskusi dan pemutaran film dengan tuduhan menyebarkan ideologi komunisme.
Supriyadi menjelaskan, maraknya pembatasan, ancaman dan kriminalisasi tersebut terjadi karena masih ada UU atau pasal yang mengancam kebebasan berekpresi di sistem hukum Indonesia.
Pascareformasi, pasal subversif dan penghinaan terhadap presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi.
Namun, kemudian Pemerintah memunculkan UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Menurut Supriyadi, pasal 27 dan 28 UU ITE seringkali digunakan untuk memidanakan seseorang dengan tuduhan penghinaan dan pornografi.
Sedangkan di dalam KUHP masih terdapat pasal karet, yakni pasal 207 terkait makar dan 107 A terkait ideologi negara.
Kedua pasal tersebut, kata supriyadi, sering digunakan untuk meredam ekspresi seseorang dengan tuduhan menyebar paham komunisme.
"Semua peraturan itu menunjukkan bahwa kebebasan ekspresi di Indonesia masih terancam oleh sistem hukum," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.