Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Data Kuburan Massal Penting untuk Penyelesaian Kasus Tragedi 1965?

Kompas.com - 02/05/2016, 21:35 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pengarah International People's Tribunal on 1965 Crimes Against Humanity in Indonesia (IPT 1965) Reza Muharam menilai, ada dua hal penting terkait keberadaan data kuburan massal korban Tragedi 1965 yang saat ini sudah diserahkan ke Komnas HAM.

Menurut Reza, data-data tersebut menjadi bagian penting untuk mendorong pemerintah melakukan upaya penyelesaian melalui jalur yudisial.

Dia menganggap data itu merupakan salah satu alat bukti. Selama ini, ketiadaan alat bukti selalu dijadikan alasan untuk tidak menggelar pengadilan kasus Tragedi 1965.

Kedua, pemerintah harus menjadikan data kuburan massal itu untuk mengungkapkan kebenaran mengenai apa yang terjadi pada tahun 1965.

"Data-data ini penting untuk mendorong proses yudisial, yang sekarang macet di Kejaksaan Agung. Dua, dalam rangka non yudisial untuk pengungkapan kebenaran," ujar Reza saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (2/5/2016).

Reza bersama Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 Bejo Untung mendatangi Kemenko Polhukam untuk menyampaikan bahwa data mengenai kuburan massal korban Tragedi 1965 yang dimiliki oleh YPKP 1965 telah diserahkan ke Komnas HAM.

Bejo Untung menyebutkan, ada 122 titik lokasi kuburan massal dan kemungkinan akan semakin bertambah.

Titik lokasi itu, kata Bejo, tersebar di 12 provinsi.

Berdasarkan data yang dimiliki YPKP, kuburan massal terbanyak ada di Jawa Tengah, yakni 50 lokasi.

Sementara itu, di Jawa Timur terdapat 28 dan Sumatera Barat ada 21 lokasi.

"Itu baru sebagian yang saya sebutkan, dan ini masih bertambah. Perintah Jokowi ke Luhut untuk mencari kuburan massal ini disambut baik oleh korban dengan penuh semangat. Mereka mulai bekerja mengumpulkan data lokasi," ujar Bejo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com