Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dimas Oky Nugroho

Pengamat politik ARSC. Founder Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP)

Daendels Jangan Kembali

Kompas.com - 12/04/2016, 18:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnu Nugroho

Tekad saya sudah bulat. Momentumnya pas. Sepanjang akhir pekan itu saya khususkan waktu menyelesaikan sebuah buku yang selalu gagal terbaca habis. Berjudul ‘India Grows at Night’, terbit tahun 2012, buku karya Gurcharan Das, seorang kolumnis India ngetop bermazhab liberal itu ringan gaya pengulasannya meski sesungguhnya berat isu yang dibahas.

Menjadi lebih menarik karena buku tentang kritik terkait jalannya pembangunan sosial ekonomi India tersebut bisa dijadikan refleksi bagi perkembangan negara-bangsa Indonesia saat ini.

Peran negara dan kekuatan korporasi

Bagi Gurcharan, menanggapi situasi sosial ekonomi kekinian dan peran negara dalam kehidupan masyarakatnya, India memiliki konteks sejarah dan tradisi yang berbeda dibandingkan dengan, katakanlah, China.

Di India, menurutnya, secara historis kehadiran negara cenderung lemah. Sedangkan rakyat, dengan berbagai dialektis dan tradisinya yang mengakar, telah begitu kuat. Sementara di China, peran negara selalu dominan, memimpin dan imperium. Sebaliknya, rakyat dengan segala tradisinya, kerap mengambil posisi yang ‘manut’.

Gurcharan tampaknya kecewa karena meski India dikelola oleh sekitar 25 juta pegawai negeri, namun peran negara dinilainya nyaris disfungsi dalam menghadirkan pelayanan, pembangunan dan infranstruktur publik berkualitas yang dibutuhkan rakyatnya.

Baginya, swasta atau korporasi-lah yang sesungguhnya membangun India, sedangkan negara ‘terlelap’ nyaris tak berbuat apa. Mengingatkan kita pada guyonan ‘negara autopilot’ di era pemerintahan SBY.

India menurut Gurcharan membutuhkan kehadiran negara yang tak perlu besar namun mampu menggunakan kekuatannya secara efektif. Efektif dalam hal memberikan perlindungan serta hak-hak dasar setiap warganya tanpa terkecuali. Efektif menjadi regulator yang adil dan berwibawa, menjamin kepastian hukum dan anti-korupsi. Serta, efektif menjadi pelayan publik yang jujur, transparan dan akuntabel.

Gurcharan adalah seorang liberal. Namun kita melihat problem India saat ini adalah kesenjangan sosial yang teramat luas antara yang kaya dengan yang miskin. Di sinilah peran negara, peran politik, dipertanyakan.

Memang, data menunjukkan ekonomi India berkembang pesat. Perusahaan berukuran sedang dan besar India tumbuh bak jamur di musim hujan. Ribuan perusahaan lokal menjadi sasaran investasi asing. Setidaknya pada tahun 2010 lalu, terdapat 150 perusahaan India dengan kekayaan bernilai milyaran dolar

Amerika. Sekitar 25 di antaranya menembus jajaran perusahaan kompetitif berkelas global.

Hampir 400 dari 500 perusahaan dunia versi majalah Fortune dilaporkan melakukan outsource untuk pengembangan piranti lunak dan business process di India. Sementara sekitar 750 perusahaan asing telah menempatkan divisi riset dan pengembangan mereka di negeri berpopulasi satu milyar penduduk tersebut.

Hal ini menunjukkan tingginya kualitas human capital rakyat India yang pada gilirannya memberi dampak peningkatan gerak ekonomi secara makro. Ekonomi India kontemporer tumbuh antara lain karena fokus pada strategi pembangunan manusia (pendidikan/SDM), sektor bisnis keuangan, ekonomi kreatif dan teknologi informasi.

Meski demikian, perkembangan itu tak selaras dengan wajah dan kinerja pemerintahan lokal India secara umum yang dipersepsikan negatif. Institusi negara, baik dari tingkat pusat sampai daerah, berkinerja rendah khususnya dalam kapasitasnya sebagai regulator dan penegak hukum, serta inkompeten dalam hal penyediaan layanan dan infrastruktur publik yang baik. Jurang kesenjangan sosial akibatnya semakin melebar.

Agak-agak mirip dengan di sini, kapitalisme kroni dan pengusaha pencari rente masuk dalam institusi-institusi perumus kebijakan publik. Khususnya dalam sektor real estate, energi dan infrastruktur, India didominasi sejumlah blok oligarki bisnis politik superkaya yang memiliki koneksi dengan kekuasaan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com