Gaduh memberi ruang
Membaca buku adalah sebuah perjalanan sekaligus sebuah perenungan. Sebagai bangsa yang juga berkembang kita pun membutuhkan negara yang efektif, yang berubah semakin baik, berkinerja dan bermanfaat untuk rakyatnya.
Satu kesamaan yang kita miliki dengan India adalah demokrasi. Demokrasi memang gaduh namun memiliki virtue dan memberikan jaminan secara konstitusional suara-suara alternatif dan berbeda untuk hidup dan berkembang. Demokrasi juga memberikan kesempatan dan ruang berpartisipasi kepada rakyat secara inklusif ikut mengawasi atau tampil memimpin pemerintahan.
Dalam konteks Indonesia, dari sono-nya, sejak nusantara di kala jaya maupun pada saat formasi awal Indonesia merdeka, bahkan saat proses pergulatan era reformasi, tradisi kebudayaan, partisipasi dan dialektika kerakyatan termanifestasikan secara kuat ditandai dengan tampilnya kekuatan rakyat, masyarakat sipil, kaum intelektual berkombinasi dengan elite, kalangan priyayi, yang tercerahkan.
Betul bahwa musuh demokrasi rakyat adalah oligarki. Karena itu kehadiran masyarakat sipil yang otonom, kuat dan cerdas menjadi teramat penting sebagai penyeimbang kekuatan politik serta bisnis yang cenderung eksesif.
Keberadaan masyarakat sipil India, ditandai dengan entitas kelas terdidik progresif dan kuatnya landasan modal sosial tradisional berupa nilai-nilai dharma yang dianut, kemudian berhasil mewujud menjadi sebuah habitus politik penyeimbang yang berkualitas, kritis dan efektif dalam mengontrol kekuasaan, sekaligus membangun diri dan jejaring kelas sosial advokasi dan intelejensia-nya secara unik dan khas India.
Pelajaran ini memberikan hikmah bahwa pembangunan manusia harus menjadi prioritas kebijakan utama. Jalan pendidikan adalah strategi transformasi terbaik bagi seluruh individu warga, mewujud menjadi suatu lapisan kelas menengah yang berguna untuk mendorong ekonomi secara kreatif.
Tapi juga bermanfaat membangun bangsa: sebagai sebuah kekuatan sosio-politik kolektif, merawat nilai dan nasion, menumbuhkan inisiatif dan potensi kepemimpinan-kepemimpinan baru, serta memperkuat demokrasi.
Era kolonial jangan terulang
Akhirnya, saya hanya ingin menyampaikan, di tengah intrik elite, rivalitas berbagai kekuatan bisnis politik dan infiltrasinya pada ranah publik, di tengah tak jelasnya koordinasi sektor pembangunan sosial, kesehatan, pendidikan, urusan desa serta reformasi pelayanan publik, betapa pemerintahan Presiden Jokowi harus segera memusatkan perhatiannya pada isu pembangunan manusia ini dan menyelaraskannya dengan proyeksi perkembangan sosio ekonomi dan politik manusia Indonesia ke depan.
Agenda pembangunan infrastruktur tetap penting. Namun kita harus hati-hati jangan sampai terulang kebijakan era kolonial yang dilakukan Herman Willem Daendels (1762-1818), Gubernur Jenderal Belanda yang membangun jalan Anyer-Panarukan hanya untuk kepentingan pemilik modal atau akumulasi kapital di tengah rakyat jajahan yang miskin dan dimiskinkan dikarenakan otoritas publik yang eksploitatif dan gak bener bekerja.
Terlepas dari perdebatan untuk apa dan kepentingan siapa sesungguhnya kebijakan reklamasi pantai atau kereta cepat dilaksanakan, pembangunan fisik tetaplah keharusan. Namun harus simultan dan agenda pembangunan manusia jangan dinomorduakan. Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya. Begitu bukan lagu kebangsaan kita?
Agenda pemberdayaan sosial bukanlah program abstrak jika negara dan aparatnya melakukannya secara lebih terarah, serius dan bertanggung jawab; terintegrasi, terencana, terevaluasi dan berkelanjutan; bukan menjadi rutinitas, jargonistik atau sekedar untuk penyerapan anggaran; apalagi alasan untuk kesempatan melakukan korupsi atau bagi-bagi posisi.
Yuk ah, tabik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.