JAKARTA, KOMPAS.com — Fahri Hamzah tak terima dipecat dari Partai Keadilan Sejahtera. Fahri pun mengungkit jasa-jasanya selama menjadi kader PKS.
Misalnya, saat Presiden PKS ketika itu, Luthfi Hasan Ishaaq, terjerat kasus suap impor daging sapi tahun awal 2013, Fahri yang pasang badan dan melakukan pembelaan di publik.
"Saya menjadi jubir partai harus melawan logika publik dan logika masyarakat yang ingin mengkriminalisasi partai kami," kata Fahri dalam jumpa pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/4/2016).
Fahri mengklaim, atas jasanya membela Luthfi, PKS tidak terpuruk pada Pemilu 2014. (Baca: Ini "Dosa" Fahri Hamzah Menurut PKS)
Menurut dia, ada pula partai lain yang kader-kadernya saat itu dijerat kasus korupsi dan harus kehilangan 90 kursi pada Pemilu 2014.
"Coba kalau PKS kehilangan 90 kursi, bisa minus kursinya di DPR," ucap dia.
Fahri juga mengklaim sebagai salah satu pendiri PKS. Dia bergabung ke partai tersebut saat masih menjadi mahasiswa. (Baca: Dipecat, Fahri Hamzah Sebut PKS Melakukan Persidangan Ilegal dan Fiktif)
Fahri tak menampik saat ditanya apakah ada partai lain yang menawarinya jabatan strategis. Namun, dia tidak bisa begitu saja meninggalkan PKS. Fahri berencana menempuh langkah hukum atas pemecatannya ini.
"Saya adalah pendiri partai, dan sebelum itu, saya eksponen dari gerakan yang melawan otoritarianisme negara," kata dia. (Baca: Tolak Dipecat PKS, Fahri Hamzah Tetap Pimpin DPR)
Fahri Hamzah dipecat dari semua jenjang jabatan di kepartaian. Keputusan itu diambil Majelis Tahkim PKS pada 11 Maret 2016 lalu berdasarkan rekomendasi dari Badan Penegakan Disiplin Organisasi (BPDO) PKS. Presiden PKS Sohibul Iman membenarkan pemecatan tersebut.
"Majelis Tahkim memutuskan melalui putusan No.02/PUT/MT-PKS/2016 menerima rekomendasi BPDO, yaitu memberhentikan Saudara FH (Fahri Hamzah) dari semua jenjang keanggotaan Partai Keadilan Sejahtera," kata Sohibul dalam keterangan persnya di website PKS, Senin.
Menurut Sohibul, Fahri dipecat karena pernyataannya di publik sering kali kontroversial dan bertentangan dengan sikap partai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.